Thursday, February 13, 2014

Lorong Hitam

Sesaat ketika akhirnya ku sadar..
Mata melotot..
Akhirnya semua lukisan hancur juga, yang tersisa di sisi kiri kanan hanya sebuah tembok keras tanpa cahaya. Belum lagi kaki melangkah, tubuh sudah gemetaran, keringat telah menderasi sekujur tubuh, suara sudah terhsak sebab tangis ketakutan tak juga tertahankan. Batal. Letak kaki ku rapikan kembali. Seketika tubuh terkulai juga, sebab ketakutan merampok semua energi yang tersisa. Ku peluk kedua kaki ku erat. Sangat erat. Gigilan badan semakin menjadi walau sebenarnya udara hanya bertiup sepoi. Mata ku pejamkan sekuat tenaga berharap mimpi kembali menjemput. Tapi kesadaran tak juga hendak berlalu dari badan ini, badan yang terperangkap dalam sebuah lorong hitam.

Tuukk..tuukkkk..tttuuuukkk..
Suara yang semakin terasa mengeras. Suara yang ku tebak adalah suara selop sepatu yang menghentak semakin keras semakin dekat. Gigilan mengencang, ketakutan semakin menjadi, guyuran keringat semakin deras.
Agghhhh..
Ingin ku berlari, tapi kaki lumpuh kehabisan tenaga. Imajinasi berkeliaran. Isakan tangis semakin menjadi.
Suara itu semakin mendekat, semakin nyaring, semakin memberi ketakutan.
Tak lama, suara itu berhenti, mulut komat kamit tak menentu. Berdo’a, berjampi-jampi, mencampur adukkan semua dengan sepucuk harap ketakutan ini segera berlalu, dan cahaya segera datang.
Seketika,
Huuuppppp…!!!
Jantung berhenti berdetak, jampi-jampi, do’a-do’a lenyap, ketengangan semakin menjadi membuat tubuh semakin terkulai tak berenergi.
Pasrah.
Kalau munkin ini akhir perjalanan waktu, biarlah. Walau ada kekecewaan, mengapa hidup berakhir sedemikian buruk.
“tenang saudara, jangan takut. Aku tak akan menyakitimu, sebab memang tak bermaksud demikian. Inilah dunia kita kawan. Gelap. Penuh derita. Penuh ketakutan. Kita terpenjara dalam kegelapan yang di buat segolongan kita, sesama manusia. Tapi kau tak boleh takut, sebab kita tak sendiri. Banyak orang yang senasib dengan kita. Mari bangkit saudaraku. Dalam kegelapan ini, kau tak akan mendapat cahaya selama kau hanya duduk terpeluh dan memelas. Cahaya pasti ada di ujung jalan ini. Mari kita berjalan menjemput cahaya itu, sembari kita mencari saudara sesame kita yang juga terpenjara disini dan berjalan bersama dengan mereka”, suara lembut dari sesosok manusia yang ada di luar dugaan ku. Tak sadar, energi kembali pulih, ketakutan sirna. Ku berdiri dan melangkah di sampingnya, berjalan dan saling berpegang tangan.
Di tengah jalan, kami temui seorang demi seorang untuk kami ajak berjalan bersama. Semakin hari semakin banyak. Semakin ramai.
Tapi, di luar dugaan banyak rintangan yang kami hadapi dalam perjalanan ini. Lubang, jalan berkerikil yang membuat beberapa dari kami sempat jatuh tersungkur dan luka, ada juga ular berbisa luar biasa yang menewaskan beberapa saudara seperjalanan kami. Belum lagi cahaya kami temu, rintangan ini semakin jauh semakin terasa berat. Banyak diantara pejalan yang ketakutan dan putus asa. Tapi selain darinya selalu saja ada yang mengingatkan, “perjalanan ini memang berat saudara, tapi itulah yang membuat kita semaki kuat, semakin tangguh, semakin merasa memiliki satu sama lain. Jika kau berhenti disini, yakin saja seumur hidup mu kau tak akan merasakan cahaya sejati. Ayo saudara, jangan menyerah. Kalau kau menyerah, maka senanglah para laknat yang memenjarakan kita di sini”. Lantas berdirilah lagi mereka yang berputus asa. Dan kembali melangkah, dengan keyakinan yang bertambah, dan keteguhan yang semakin kokoh. Namun, sedikit dari mereka ada juga yang pada akhirnya bertahan dengan keputusasaannya, dia memilih memenjarakan diri, di banding berhijrah menuju cahaya. Tapi, semakin jauh juga perjalanan, bukannya semakin berkurang, jumlah kami malah semakin bertambah. Mereka yang kalah, tergantikan oleh orang-orang baru dan seamngat yang baru. Langkah kaki kami semakin jauh semakin pasti, semakin gagah, dengan tekad kami dalam dada,
“cahaya, kami datang!!! Dan kalian para bedebah yang doyan memenjarakan orang akan kami gilas dan kami robohkan lorong hitam ini, biar tak ada lagi yang terkurung dan terpenjara disini. Ini juga akan menjadi bukti bagi mereka yang kalah di tengah jalan, bahwa perjalanan penuh pengorbanan ini bukanlah kesia-siaan, sebab kemenangan adalah keniscayaan bagi mereka yang mau berjuang dan berkorban”.

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Thursday, February 13, 2014

Lorong Hitam

Sesaat ketika akhirnya ku sadar..
Mata melotot..
Akhirnya semua lukisan hancur juga, yang tersisa di sisi kiri kanan hanya sebuah tembok keras tanpa cahaya. Belum lagi kaki melangkah, tubuh sudah gemetaran, keringat telah menderasi sekujur tubuh, suara sudah terhsak sebab tangis ketakutan tak juga tertahankan. Batal. Letak kaki ku rapikan kembali. Seketika tubuh terkulai juga, sebab ketakutan merampok semua energi yang tersisa. Ku peluk kedua kaki ku erat. Sangat erat. Gigilan badan semakin menjadi walau sebenarnya udara hanya bertiup sepoi. Mata ku pejamkan sekuat tenaga berharap mimpi kembali menjemput. Tapi kesadaran tak juga hendak berlalu dari badan ini, badan yang terperangkap dalam sebuah lorong hitam.

Tuukk..tuukkkk..tttuuuukkk..
Suara yang semakin terasa mengeras. Suara yang ku tebak adalah suara selop sepatu yang menghentak semakin keras semakin dekat. Gigilan mengencang, ketakutan semakin menjadi, guyuran keringat semakin deras.
Agghhhh..
Ingin ku berlari, tapi kaki lumpuh kehabisan tenaga. Imajinasi berkeliaran. Isakan tangis semakin menjadi.
Suara itu semakin mendekat, semakin nyaring, semakin memberi ketakutan.
Tak lama, suara itu berhenti, mulut komat kamit tak menentu. Berdo’a, berjampi-jampi, mencampur adukkan semua dengan sepucuk harap ketakutan ini segera berlalu, dan cahaya segera datang.
Seketika,
Huuuppppp…!!!
Jantung berhenti berdetak, jampi-jampi, do’a-do’a lenyap, ketengangan semakin menjadi membuat tubuh semakin terkulai tak berenergi.
Pasrah.
Kalau munkin ini akhir perjalanan waktu, biarlah. Walau ada kekecewaan, mengapa hidup berakhir sedemikian buruk.
“tenang saudara, jangan takut. Aku tak akan menyakitimu, sebab memang tak bermaksud demikian. Inilah dunia kita kawan. Gelap. Penuh derita. Penuh ketakutan. Kita terpenjara dalam kegelapan yang di buat segolongan kita, sesama manusia. Tapi kau tak boleh takut, sebab kita tak sendiri. Banyak orang yang senasib dengan kita. Mari bangkit saudaraku. Dalam kegelapan ini, kau tak akan mendapat cahaya selama kau hanya duduk terpeluh dan memelas. Cahaya pasti ada di ujung jalan ini. Mari kita berjalan menjemput cahaya itu, sembari kita mencari saudara sesame kita yang juga terpenjara disini dan berjalan bersama dengan mereka”, suara lembut dari sesosok manusia yang ada di luar dugaan ku. Tak sadar, energi kembali pulih, ketakutan sirna. Ku berdiri dan melangkah di sampingnya, berjalan dan saling berpegang tangan.
Di tengah jalan, kami temui seorang demi seorang untuk kami ajak berjalan bersama. Semakin hari semakin banyak. Semakin ramai.
Tapi, di luar dugaan banyak rintangan yang kami hadapi dalam perjalanan ini. Lubang, jalan berkerikil yang membuat beberapa dari kami sempat jatuh tersungkur dan luka, ada juga ular berbisa luar biasa yang menewaskan beberapa saudara seperjalanan kami. Belum lagi cahaya kami temu, rintangan ini semakin jauh semakin terasa berat. Banyak diantara pejalan yang ketakutan dan putus asa. Tapi selain darinya selalu saja ada yang mengingatkan, “perjalanan ini memang berat saudara, tapi itulah yang membuat kita semaki kuat, semakin tangguh, semakin merasa memiliki satu sama lain. Jika kau berhenti disini, yakin saja seumur hidup mu kau tak akan merasakan cahaya sejati. Ayo saudara, jangan menyerah. Kalau kau menyerah, maka senanglah para laknat yang memenjarakan kita di sini”. Lantas berdirilah lagi mereka yang berputus asa. Dan kembali melangkah, dengan keyakinan yang bertambah, dan keteguhan yang semakin kokoh. Namun, sedikit dari mereka ada juga yang pada akhirnya bertahan dengan keputusasaannya, dia memilih memenjarakan diri, di banding berhijrah menuju cahaya. Tapi, semakin jauh juga perjalanan, bukannya semakin berkurang, jumlah kami malah semakin bertambah. Mereka yang kalah, tergantikan oleh orang-orang baru dan seamngat yang baru. Langkah kaki kami semakin jauh semakin pasti, semakin gagah, dengan tekad kami dalam dada,
“cahaya, kami datang!!! Dan kalian para bedebah yang doyan memenjarakan orang akan kami gilas dan kami robohkan lorong hitam ini, biar tak ada lagi yang terkurung dan terpenjara disini. Ini juga akan menjadi bukti bagi mereka yang kalah di tengah jalan, bahwa perjalanan penuh pengorbanan ini bukanlah kesia-siaan, sebab kemenangan adalah keniscayaan bagi mereka yang mau berjuang dan berkorban”.

No comments:

Post a Comment

Thursday, February 13, 2014

Lorong Hitam

Sesaat ketika akhirnya ku sadar..
Mata melotot..
Akhirnya semua lukisan hancur juga, yang tersisa di sisi kiri kanan hanya sebuah tembok keras tanpa cahaya. Belum lagi kaki melangkah, tubuh sudah gemetaran, keringat telah menderasi sekujur tubuh, suara sudah terhsak sebab tangis ketakutan tak juga tertahankan. Batal. Letak kaki ku rapikan kembali. Seketika tubuh terkulai juga, sebab ketakutan merampok semua energi yang tersisa. Ku peluk kedua kaki ku erat. Sangat erat. Gigilan badan semakin menjadi walau sebenarnya udara hanya bertiup sepoi. Mata ku pejamkan sekuat tenaga berharap mimpi kembali menjemput. Tapi kesadaran tak juga hendak berlalu dari badan ini, badan yang terperangkap dalam sebuah lorong hitam.

Tuukk..tuukkkk..tttuuuukkk..
Suara yang semakin terasa mengeras. Suara yang ku tebak adalah suara selop sepatu yang menghentak semakin keras semakin dekat. Gigilan mengencang, ketakutan semakin menjadi, guyuran keringat semakin deras.
Agghhhh..
Ingin ku berlari, tapi kaki lumpuh kehabisan tenaga. Imajinasi berkeliaran. Isakan tangis semakin menjadi.
Suara itu semakin mendekat, semakin nyaring, semakin memberi ketakutan.
Tak lama, suara itu berhenti, mulut komat kamit tak menentu. Berdo’a, berjampi-jampi, mencampur adukkan semua dengan sepucuk harap ketakutan ini segera berlalu, dan cahaya segera datang.
Seketika,
Huuuppppp…!!!
Jantung berhenti berdetak, jampi-jampi, do’a-do’a lenyap, ketengangan semakin menjadi membuat tubuh semakin terkulai tak berenergi.
Pasrah.
Kalau munkin ini akhir perjalanan waktu, biarlah. Walau ada kekecewaan, mengapa hidup berakhir sedemikian buruk.
“tenang saudara, jangan takut. Aku tak akan menyakitimu, sebab memang tak bermaksud demikian. Inilah dunia kita kawan. Gelap. Penuh derita. Penuh ketakutan. Kita terpenjara dalam kegelapan yang di buat segolongan kita, sesama manusia. Tapi kau tak boleh takut, sebab kita tak sendiri. Banyak orang yang senasib dengan kita. Mari bangkit saudaraku. Dalam kegelapan ini, kau tak akan mendapat cahaya selama kau hanya duduk terpeluh dan memelas. Cahaya pasti ada di ujung jalan ini. Mari kita berjalan menjemput cahaya itu, sembari kita mencari saudara sesame kita yang juga terpenjara disini dan berjalan bersama dengan mereka”, suara lembut dari sesosok manusia yang ada di luar dugaan ku. Tak sadar, energi kembali pulih, ketakutan sirna. Ku berdiri dan melangkah di sampingnya, berjalan dan saling berpegang tangan.
Di tengah jalan, kami temui seorang demi seorang untuk kami ajak berjalan bersama. Semakin hari semakin banyak. Semakin ramai.
Tapi, di luar dugaan banyak rintangan yang kami hadapi dalam perjalanan ini. Lubang, jalan berkerikil yang membuat beberapa dari kami sempat jatuh tersungkur dan luka, ada juga ular berbisa luar biasa yang menewaskan beberapa saudara seperjalanan kami. Belum lagi cahaya kami temu, rintangan ini semakin jauh semakin terasa berat. Banyak diantara pejalan yang ketakutan dan putus asa. Tapi selain darinya selalu saja ada yang mengingatkan, “perjalanan ini memang berat saudara, tapi itulah yang membuat kita semaki kuat, semakin tangguh, semakin merasa memiliki satu sama lain. Jika kau berhenti disini, yakin saja seumur hidup mu kau tak akan merasakan cahaya sejati. Ayo saudara, jangan menyerah. Kalau kau menyerah, maka senanglah para laknat yang memenjarakan kita di sini”. Lantas berdirilah lagi mereka yang berputus asa. Dan kembali melangkah, dengan keyakinan yang bertambah, dan keteguhan yang semakin kokoh. Namun, sedikit dari mereka ada juga yang pada akhirnya bertahan dengan keputusasaannya, dia memilih memenjarakan diri, di banding berhijrah menuju cahaya. Tapi, semakin jauh juga perjalanan, bukannya semakin berkurang, jumlah kami malah semakin bertambah. Mereka yang kalah, tergantikan oleh orang-orang baru dan seamngat yang baru. Langkah kaki kami semakin jauh semakin pasti, semakin gagah, dengan tekad kami dalam dada,
“cahaya, kami datang!!! Dan kalian para bedebah yang doyan memenjarakan orang akan kami gilas dan kami robohkan lorong hitam ini, biar tak ada lagi yang terkurung dan terpenjara disini. Ini juga akan menjadi bukti bagi mereka yang kalah di tengah jalan, bahwa perjalanan penuh pengorbanan ini bukanlah kesia-siaan, sebab kemenangan adalah keniscayaan bagi mereka yang mau berjuang dan berkorban”.

No comments:

Post a Comment