Mata melotot..
Akhirnya semua lukisan hancur
juga, yang tersisa di sisi kiri kanan hanya sebuah tembok keras tanpa cahaya. Belum
lagi kaki melangkah, tubuh sudah gemetaran, keringat telah menderasi sekujur
tubuh, suara sudah terhsak sebab tangis ketakutan tak juga tertahankan. Batal. Letak
kaki ku rapikan kembali. Seketika tubuh terkulai juga, sebab ketakutan merampok
semua energi yang tersisa. Ku peluk kedua kaki ku erat. Sangat erat. Gigilan badan
semakin menjadi walau sebenarnya udara hanya bertiup sepoi. Mata ku pejamkan sekuat
tenaga berharap mimpi kembali menjemput. Tapi kesadaran tak juga hendak berlalu
dari badan ini, badan yang terperangkap dalam sebuah lorong hitam.
Tuukk..tuukkkk..tttuuuukkk..
Suara yang semakin terasa mengeras.
Suara yang ku tebak adalah suara selop sepatu yang menghentak semakin keras
semakin dekat. Gigilan mengencang, ketakutan semakin menjadi, guyuran keringat
semakin deras.
Agghhhh..
Ingin ku berlari, tapi kaki
lumpuh kehabisan tenaga. Imajinasi berkeliaran. Isakan tangis semakin menjadi.
Suara itu semakin mendekat, semakin
nyaring, semakin memberi ketakutan.
Tak lama, suara itu berhenti,
mulut komat kamit tak menentu. Berdo’a, berjampi-jampi, mencampur adukkan semua
dengan sepucuk harap ketakutan ini segera berlalu, dan cahaya segera datang.
Seketika,
Huuuppppp…!!!
Jantung berhenti berdetak, jampi-jampi,
do’a-do’a lenyap, ketengangan semakin menjadi membuat tubuh semakin terkulai
tak berenergi.
Pasrah.
Kalau munkin ini akhir perjalanan
waktu, biarlah. Walau ada kekecewaan, mengapa hidup berakhir sedemikian buruk.
“tenang saudara, jangan takut. Aku
tak akan menyakitimu, sebab memang tak bermaksud demikian. Inilah dunia kita
kawan. Gelap. Penuh derita. Penuh ketakutan. Kita terpenjara dalam kegelapan
yang di buat segolongan kita, sesama manusia. Tapi kau tak boleh takut, sebab
kita tak sendiri. Banyak orang yang senasib dengan kita. Mari bangkit
saudaraku. Dalam kegelapan ini, kau tak akan mendapat cahaya selama kau hanya
duduk terpeluh dan memelas. Cahaya pasti ada di ujung jalan ini. Mari kita
berjalan menjemput cahaya itu, sembari kita mencari saudara sesame kita yang
juga terpenjara disini dan berjalan bersama dengan mereka”, suara lembut dari
sesosok manusia yang ada di luar dugaan ku. Tak sadar, energi kembali pulih,
ketakutan sirna. Ku berdiri dan melangkah di sampingnya, berjalan dan saling
berpegang tangan.
Di tengah jalan, kami temui
seorang demi seorang untuk kami ajak berjalan bersama. Semakin hari semakin
banyak. Semakin ramai.
Tapi, di luar dugaan banyak
rintangan yang kami hadapi dalam perjalanan ini. Lubang, jalan berkerikil yang
membuat beberapa dari kami sempat jatuh tersungkur dan luka, ada juga ular
berbisa luar biasa yang menewaskan beberapa saudara seperjalanan kami. Belum lagi
cahaya kami temu, rintangan ini semakin jauh semakin terasa berat. Banyak diantara
pejalan yang ketakutan dan putus asa. Tapi selain darinya selalu saja ada yang
mengingatkan, “perjalanan ini memang berat saudara, tapi itulah yang membuat
kita semaki kuat, semakin tangguh, semakin merasa memiliki satu sama lain. Jika
kau berhenti disini, yakin saja seumur hidup mu kau tak akan merasakan cahaya
sejati. Ayo saudara, jangan menyerah. Kalau kau menyerah, maka senanglah para
laknat yang memenjarakan kita di sini”. Lantas berdirilah lagi mereka yang
berputus asa. Dan kembali melangkah, dengan keyakinan yang bertambah, dan
keteguhan yang semakin kokoh. Namun, sedikit dari mereka ada juga yang pada
akhirnya bertahan dengan keputusasaannya, dia memilih memenjarakan diri, di
banding berhijrah menuju cahaya. Tapi, semakin jauh juga perjalanan, bukannya
semakin berkurang, jumlah kami malah semakin bertambah. Mereka yang kalah,
tergantikan oleh orang-orang baru dan seamngat yang baru. Langkah kaki kami
semakin jauh semakin pasti, semakin gagah, dengan tekad kami dalam dada,
“cahaya, kami datang!!! Dan kalian
para bedebah yang doyan memenjarakan orang akan kami gilas dan kami robohkan
lorong hitam ini, biar tak ada lagi yang terkurung dan terpenjara disini. Ini juga
akan menjadi bukti bagi mereka yang kalah di tengah jalan, bahwa perjalanan
penuh pengorbanan ini bukanlah kesia-siaan, sebab kemenangan adalah keniscayaan
bagi mereka yang mau berjuang dan berkorban”.
0 comments:
Post a Comment