#Hitam Putih yang ABU-ABU
Alkisah,
ada sebuah kompleks kecil di ibukota. Kompleks itu lumayan padat oleh penduduk
yang berasal dari latar belakang berupa warna. Ada pegawai negeri, karyawan
perusahaan swasta, dll. Umumnya perumahan di ibukota, jangan pernah berharap
untuk melihat suasana kekeluargaan di kompleks tersebut, yang ada adalah
kondisi dimana masing-masing orang sibuk dengan keadaan mereka sendiri. Di
kompleks kecil itu terdapat sebuah Mushollah kecil. Mushollah itu di jaga oleh
seorang Kakek yang telah cukup tua. Dialah yang bertugas untuk menyapu,
mengepel, menata, dan seluruh pekerjaan tata ruang mushallah. Si kakek sendiri tinggal di sebuah rumah kecil
tepat di depan Mushallah itu dan untuk menyambung hidup dia membuka sebuah
warung kelontongan untuk kebutuhan sehari-hari warga kompleks. Kondisi masyarakat
kompleks yang individualistis pun berpengaruh pada kondisi mushollah. Hal ini bisa
dilihat dari sangat minimnya jumlah Jemaah yang mengikuti shalat berjemaah di
mushollah tersebut. Bahkan, sangat sering keadaan dimana shalat di mushollah
tersebut hanya memiliki satu orang Jemaah yang tidak lain dari si kakek. Jadi,
si kakek yang adzan, si kakek yang iqhamat, si kakek yang jadi imam sekaligus
makmum. Padahal, si kakek sangat sering mengajak warga kompleks untuk
beramai-ramai ke mushollah. Namun, itu hanya dibalas dengan senyum picik dari
warga kompleks. Dan hal tersebut tidak membuat si kakek jenuh untuk terus
mengajak dan menyeru kepada seluruh warga kompleks untuk meramaikan mushollah.
***
Hari
itu menjelang maghrib, si Baron preman kompleks baru bangun tidur. Semalam berjudi
hingga pagi dan uangnya habis terkuras lalu mabok sampai terlelap. Dengan kepala
pusing dia berjalan gontai menuju warung si kakek penjaga mushollah buat ngutang
rokok sambil ngopi. Setelah kopi tersedu
di hadapan mata, sambil menikmati kopi hangat dia terlibat diskusi menyenangkan
dengan kakek penjaga mushollah.
***
Baron : kek, kenapa sih kakek mau-mau saja jagain
mushollah yang gak punya Jemaah itu??
Kakek : karena saya senang dengan mengerjakan itu.
Baron : apanya yang menyenangkan??
Kakek : kalau Baron mau tahu, kamu coba saja…
Baron :hahahahahaha..kakek bisa saja. saya ini, kalau lewat setan-setan semua lari ketakutan, bagaimana mau shalat.
Kakek :
kamu, ada-ada saja. O iya, saya nitip warung dulu.
Baron :
lah, kakek mau kemana??
Kakek
menunjuk jam dinding, menunjuk pukul 18.10. dan si Baron mengerti si kakek
hendak mengumandangkan adzan maghrib. Namun, tiba-tiba setelah si kakek mencoba
berdiri dari duduknya, dia terjatuh rubuh tak sadarkan diri. Baron kaget, lalu
mencoba membangunkan si kakek. Namun sayang, si kakek sudah dipanggil berpulang
ke pangkuan-Nya. Baron yang bingung tak kepalang melihat kematian si kakek
dihadapan matanya dan melihat hari semakin memasuki waktu shalat maghrib tanpa pikir
panjang langsung memperbaiki tempat si kakek lantas bergegas mengambil air
wudhu lalu dengan isak tangis mengumandangkan adzan maghrib. Mendengar adzan
maghrib yang dikumandangkan oleh si Baron, warga kompleks kaget dan geram. Mereka
merasa agama mereka (dominan warga kompleks adalah islam) telah diinjak-injak
oleh si Baron yang seorang preman. Mereka lantas datang berbondong-bondong ke
mushollah, bahkan termasuk yang tak pernah shalat sekalipun, dengan membawa senjata masing-masing sambil berteriak memaki.
*diambil dari sebuah adegan di film ‘JAKARTA
MAGHRIB’
Terus berkarya bung...
ReplyDeletethx bung..:)
ReplyDeletesemngat kanda...
ReplyDelete