Tuesday, August 12, 2014

Suatu Waktu Menjelang Maghrib di Sebuah Kompleks Kecil Ibukota


#Hitam Putih yang ABU-ABU
Alkisah, ada sebuah kompleks kecil di ibukota. Kompleks itu lumayan padat oleh penduduk yang berasal dari latar belakang berupa warna. Ada pegawai negeri, karyawan perusahaan swasta, dll. Umumnya perumahan di ibukota, jangan pernah berharap untuk melihat suasana kekeluargaan di kompleks tersebut, yang ada adalah kondisi dimana masing-masing orang sibuk dengan keadaan mereka sendiri. Di kompleks kecil itu terdapat sebuah Mushollah kecil. Mushollah itu di jaga oleh seorang Kakek yang telah cukup tua. Dialah yang bertugas untuk menyapu, mengepel, menata, dan seluruh pekerjaan tata ruang mushallah.  Si kakek sendiri tinggal di sebuah rumah kecil tepat di depan Mushallah itu dan untuk menyambung hidup dia membuka sebuah warung kelontongan untuk kebutuhan sehari-hari warga kompleks. Kondisi masyarakat kompleks yang individualistis pun berpengaruh pada kondisi mushollah. Hal ini bisa dilihat dari sangat minimnya jumlah Jemaah yang mengikuti shalat berjemaah di mushollah tersebut. Bahkan, sangat sering keadaan dimana shalat di mushollah tersebut hanya memiliki satu orang Jemaah yang tidak lain dari si kakek. Jadi, si kakek yang adzan, si kakek yang iqhamat, si kakek yang jadi imam sekaligus makmum. Padahal, si kakek sangat sering mengajak warga kompleks untuk beramai-ramai ke mushollah. Namun, itu hanya dibalas dengan senyum picik dari warga kompleks. Dan hal tersebut tidak membuat si kakek jenuh untuk terus mengajak dan menyeru kepada seluruh warga kompleks untuk meramaikan mushollah.
***

Hari itu menjelang maghrib, si Baron preman kompleks baru bangun tidur. Semalam berjudi hingga pagi dan uangnya habis terkuras lalu mabok sampai terlelap. Dengan kepala pusing dia berjalan gontai menuju warung si kakek penjaga mushollah buat ngutang rokok sambil ngopi.  Setelah kopi tersedu di hadapan mata, sambil menikmati kopi hangat dia terlibat diskusi menyenangkan dengan kakek penjaga mushollah.
***
Baron   : kek, kenapa sih kakek mau-mau saja jagain mushollah yang gak punya Jemaah itu??
Kakek   : karena saya senang dengan mengerjakan itu.
Baron    : apanya yang menyenangkan??
Kakek   : kalau Baron mau tahu, kamu coba saja…
Baron    :hahahahahaha..kakek bisa saja. saya ini, kalau lewat setan-setan semua lari ketakutan, bagaimana mau shalat.
Kakek   : kamu, ada-ada saja. O iya, saya nitip warung dulu.
Baron    : lah, kakek mau kemana??
Kakek menunjuk jam dinding, menunjuk pukul 18.10. dan si Baron mengerti si kakek hendak mengumandangkan adzan maghrib. Namun, tiba-tiba setelah si kakek mencoba berdiri dari duduknya, dia terjatuh rubuh tak sadarkan diri. Baron kaget, lalu mencoba membangunkan si kakek. Namun sayang, si kakek sudah dipanggil berpulang ke pangkuan-Nya. Baron yang bingung tak kepalang melihat kematian si kakek dihadapan matanya dan melihat hari semakin memasuki waktu shalat maghrib tanpa pikir panjang langsung memperbaiki tempat si kakek lantas bergegas mengambil air wudhu lalu dengan isak tangis mengumandangkan adzan maghrib. Mendengar adzan maghrib yang dikumandangkan oleh si Baron, warga kompleks kaget dan geram. Mereka merasa agama mereka (dominan warga kompleks adalah islam) telah diinjak-injak oleh si Baron yang seorang preman. Mereka lantas datang berbondong-bondong ke mushollah, bahkan termasuk yang tak pernah shalat sekalipun, dengan membawa senjata masing-masing sambil berteriak memaki.

*diambil dari sebuah adegan di film ‘JAKARTA MAGHRIB’

3 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Tuesday, August 12, 2014

Suatu Waktu Menjelang Maghrib di Sebuah Kompleks Kecil Ibukota


#Hitam Putih yang ABU-ABU
Alkisah, ada sebuah kompleks kecil di ibukota. Kompleks itu lumayan padat oleh penduduk yang berasal dari latar belakang berupa warna. Ada pegawai negeri, karyawan perusahaan swasta, dll. Umumnya perumahan di ibukota, jangan pernah berharap untuk melihat suasana kekeluargaan di kompleks tersebut, yang ada adalah kondisi dimana masing-masing orang sibuk dengan keadaan mereka sendiri. Di kompleks kecil itu terdapat sebuah Mushollah kecil. Mushollah itu di jaga oleh seorang Kakek yang telah cukup tua. Dialah yang bertugas untuk menyapu, mengepel, menata, dan seluruh pekerjaan tata ruang mushallah.  Si kakek sendiri tinggal di sebuah rumah kecil tepat di depan Mushallah itu dan untuk menyambung hidup dia membuka sebuah warung kelontongan untuk kebutuhan sehari-hari warga kompleks. Kondisi masyarakat kompleks yang individualistis pun berpengaruh pada kondisi mushollah. Hal ini bisa dilihat dari sangat minimnya jumlah Jemaah yang mengikuti shalat berjemaah di mushollah tersebut. Bahkan, sangat sering keadaan dimana shalat di mushollah tersebut hanya memiliki satu orang Jemaah yang tidak lain dari si kakek. Jadi, si kakek yang adzan, si kakek yang iqhamat, si kakek yang jadi imam sekaligus makmum. Padahal, si kakek sangat sering mengajak warga kompleks untuk beramai-ramai ke mushollah. Namun, itu hanya dibalas dengan senyum picik dari warga kompleks. Dan hal tersebut tidak membuat si kakek jenuh untuk terus mengajak dan menyeru kepada seluruh warga kompleks untuk meramaikan mushollah.
***

Hari itu menjelang maghrib, si Baron preman kompleks baru bangun tidur. Semalam berjudi hingga pagi dan uangnya habis terkuras lalu mabok sampai terlelap. Dengan kepala pusing dia berjalan gontai menuju warung si kakek penjaga mushollah buat ngutang rokok sambil ngopi.  Setelah kopi tersedu di hadapan mata, sambil menikmati kopi hangat dia terlibat diskusi menyenangkan dengan kakek penjaga mushollah.
***
Baron   : kek, kenapa sih kakek mau-mau saja jagain mushollah yang gak punya Jemaah itu??
Kakek   : karena saya senang dengan mengerjakan itu.
Baron    : apanya yang menyenangkan??
Kakek   : kalau Baron mau tahu, kamu coba saja…
Baron    :hahahahahaha..kakek bisa saja. saya ini, kalau lewat setan-setan semua lari ketakutan, bagaimana mau shalat.
Kakek   : kamu, ada-ada saja. O iya, saya nitip warung dulu.
Baron    : lah, kakek mau kemana??
Kakek menunjuk jam dinding, menunjuk pukul 18.10. dan si Baron mengerti si kakek hendak mengumandangkan adzan maghrib. Namun, tiba-tiba setelah si kakek mencoba berdiri dari duduknya, dia terjatuh rubuh tak sadarkan diri. Baron kaget, lalu mencoba membangunkan si kakek. Namun sayang, si kakek sudah dipanggil berpulang ke pangkuan-Nya. Baron yang bingung tak kepalang melihat kematian si kakek dihadapan matanya dan melihat hari semakin memasuki waktu shalat maghrib tanpa pikir panjang langsung memperbaiki tempat si kakek lantas bergegas mengambil air wudhu lalu dengan isak tangis mengumandangkan adzan maghrib. Mendengar adzan maghrib yang dikumandangkan oleh si Baron, warga kompleks kaget dan geram. Mereka merasa agama mereka (dominan warga kompleks adalah islam) telah diinjak-injak oleh si Baron yang seorang preman. Mereka lantas datang berbondong-bondong ke mushollah, bahkan termasuk yang tak pernah shalat sekalipun, dengan membawa senjata masing-masing sambil berteriak memaki.

*diambil dari sebuah adegan di film ‘JAKARTA MAGHRIB’

3 comments:

Tuesday, August 12, 2014

Suatu Waktu Menjelang Maghrib di Sebuah Kompleks Kecil Ibukota


#Hitam Putih yang ABU-ABU
Alkisah, ada sebuah kompleks kecil di ibukota. Kompleks itu lumayan padat oleh penduduk yang berasal dari latar belakang berupa warna. Ada pegawai negeri, karyawan perusahaan swasta, dll. Umumnya perumahan di ibukota, jangan pernah berharap untuk melihat suasana kekeluargaan di kompleks tersebut, yang ada adalah kondisi dimana masing-masing orang sibuk dengan keadaan mereka sendiri. Di kompleks kecil itu terdapat sebuah Mushollah kecil. Mushollah itu di jaga oleh seorang Kakek yang telah cukup tua. Dialah yang bertugas untuk menyapu, mengepel, menata, dan seluruh pekerjaan tata ruang mushallah.  Si kakek sendiri tinggal di sebuah rumah kecil tepat di depan Mushallah itu dan untuk menyambung hidup dia membuka sebuah warung kelontongan untuk kebutuhan sehari-hari warga kompleks. Kondisi masyarakat kompleks yang individualistis pun berpengaruh pada kondisi mushollah. Hal ini bisa dilihat dari sangat minimnya jumlah Jemaah yang mengikuti shalat berjemaah di mushollah tersebut. Bahkan, sangat sering keadaan dimana shalat di mushollah tersebut hanya memiliki satu orang Jemaah yang tidak lain dari si kakek. Jadi, si kakek yang adzan, si kakek yang iqhamat, si kakek yang jadi imam sekaligus makmum. Padahal, si kakek sangat sering mengajak warga kompleks untuk beramai-ramai ke mushollah. Namun, itu hanya dibalas dengan senyum picik dari warga kompleks. Dan hal tersebut tidak membuat si kakek jenuh untuk terus mengajak dan menyeru kepada seluruh warga kompleks untuk meramaikan mushollah.
***

Hari itu menjelang maghrib, si Baron preman kompleks baru bangun tidur. Semalam berjudi hingga pagi dan uangnya habis terkuras lalu mabok sampai terlelap. Dengan kepala pusing dia berjalan gontai menuju warung si kakek penjaga mushollah buat ngutang rokok sambil ngopi.  Setelah kopi tersedu di hadapan mata, sambil menikmati kopi hangat dia terlibat diskusi menyenangkan dengan kakek penjaga mushollah.
***
Baron   : kek, kenapa sih kakek mau-mau saja jagain mushollah yang gak punya Jemaah itu??
Kakek   : karena saya senang dengan mengerjakan itu.
Baron    : apanya yang menyenangkan??
Kakek   : kalau Baron mau tahu, kamu coba saja…
Baron    :hahahahahaha..kakek bisa saja. saya ini, kalau lewat setan-setan semua lari ketakutan, bagaimana mau shalat.
Kakek   : kamu, ada-ada saja. O iya, saya nitip warung dulu.
Baron    : lah, kakek mau kemana??
Kakek menunjuk jam dinding, menunjuk pukul 18.10. dan si Baron mengerti si kakek hendak mengumandangkan adzan maghrib. Namun, tiba-tiba setelah si kakek mencoba berdiri dari duduknya, dia terjatuh rubuh tak sadarkan diri. Baron kaget, lalu mencoba membangunkan si kakek. Namun sayang, si kakek sudah dipanggil berpulang ke pangkuan-Nya. Baron yang bingung tak kepalang melihat kematian si kakek dihadapan matanya dan melihat hari semakin memasuki waktu shalat maghrib tanpa pikir panjang langsung memperbaiki tempat si kakek lantas bergegas mengambil air wudhu lalu dengan isak tangis mengumandangkan adzan maghrib. Mendengar adzan maghrib yang dikumandangkan oleh si Baron, warga kompleks kaget dan geram. Mereka merasa agama mereka (dominan warga kompleks adalah islam) telah diinjak-injak oleh si Baron yang seorang preman. Mereka lantas datang berbondong-bondong ke mushollah, bahkan termasuk yang tak pernah shalat sekalipun, dengan membawa senjata masing-masing sambil berteriak memaki.

*diambil dari sebuah adegan di film ‘JAKARTA MAGHRIB’

3 comments: