Tuesday, December 2, 2014

AKU SEORANG ANAK KELUARGA TANI

#kisah pilu  seorang mahasiswa baru…
Namaku Baco’, anak bungsu dari 3 bersaudaran keluarga petani. Tanah orang tuaku dikampung tak terlalu luas. Kurang dari 1 hektar. Dalam keadaan itu mereka sadar, tidak ada harta benda yang mampu mereka sisakan kepada kami. Maka, satu harapan besar mereka adalah dengan menyekolahkan anak-anaknya untuk dapat bekal ilmu demi menyongsong masa depan. Ibarat kata, selembar ijazahlah dan segudang ilmu yang mereka ingin berikan kepada anak-anaknya. Harapan besar mereka dengan ilmu itu kami mampu memperbaiki hidup hingga tak alami kesulitan seperti mereka.
Berbekal mendapat beasiswa untuk orang mampu dari Negara aku mendapat tiket  lanjut kuliah dikampus terbaik diprovinsi seberang. Cita-cita besar orang tua ada dipundak. Sempat ku Tanya mereka dari mana mereka dapat uang menghidupi ku di tanah orang, sebab beasiswaku tak setiap waktu cair. Jawabnya singkat, “jalani saja dulu nak, inshaa allah ada jalan”. Betapa pilu hatiku mendengar itu, sebab ku tahu penghasilan mereka sangat sulit untuk penuhi kebutuhan mereka dikampung. Lantas sekarang, aku dikota akan jadi beban pikiran mereka. Disaat yang sama, kedua kakakku belum mendapat kerja yang layak. Penghasilannya hanya cukup untuk penuhi kebutuhan sendirinya. Akhirnya, dengan cita-cita besar kuangkat koperku meninggalkan tanah kelahiran dengan tekad dan cita-cita besar. “aku harus mampu merubah nasib keluarga, HARUS”
***


Dengan modal seadanya akhirnya ku pijak ibukota provinsi seberang. Saat ku dapati kampusku, sepintas ku lihat demikian megah. Pepohonan rindang menemani semenjak pintu masuk hingga mengelilingi kampus. Danau da air mancur ada dimuka gerbang. Sebuah kebun binatang menjadi penyambut pertama. Aku terpesona. Aku lulus disalah satu jurusan disebuah fakultas yang sangat jarang peminatnya di Negaraku, Fakultas Ilmu Pasti. Wajar saja, kata orang lapangan kerja bagi lulusannya sangat kurang disini. Tappi itu sudah bukan masalah besar bagiku, setidaknya aku memiliki kesempatan untuk merasakan berkuliah disebuah kampus besar yang dikampungku sangat terkenal dengan kualitasnya.
Untung tak dapat ditolak, kecelakaan pun datang. Dengan asumsi aku mendapat beasiswa, kampus memaksaku dan semua teman-temanku yang juga mendapat beasiswa untuk membayar biaya kuliah sama dengan anak-anak pejabat (di negaraku kawan, kampus sangat akrab dengan kata ‘kaya’ dan ‘miskin’. Biaya kuliah yang kaya dan miskin beda dengan alasan ‘keadilan’). Akhirnya, beasiswaku tiap semester harus hilang hanya untuk bayar uang kuliah. Tapi, aku tetap sabar. Dengan setengah dari beasiswaku ku pikir cukup bagiku. Hanya saja keadaan kurang beruntung nampaknya sangat identik dengan kehidupanku. Dalam kepasrahan akibat paksaan menerima uang kuliah yang disamakan dengan orang ‘kaya’ (walau aku hanya anak bungsu dari keluarga tani miskin), belakangan isu beredar beasiswaku yang hanya kudapat akan dipotong setengah lagi. Bagiku ini sangat tidak mencukupi. Lagipula, beasiswa itu ku dapat karena aku seorang yang ‘miskin dan berprestai’ (demikian kalimat dalam Undang-Undang), lantas kenapa mesti disejajarkan dengan orang kaya lalu beasiswaku dipotong-potong pula??? Apa mungkin Negara ini tak berniat memberi beasiswa dan ini hanya sekedar barang kampanye saja??? Atau kampusku lah yang terlalu rakus dalam melihat uang hingga halalkan segala cara??? Atau mungkin ini buah kerja sama dari keduanya???
Aghhh…

Inilah nasibku sebagai seorang anak tani miskin yang hendak bersekolah. Aku tak berharap kalian kasihan, aku tak butuh. Hanya saja, keyakinanku berkata bahwa ini tak hanya terjadi padaku. Entah berapa anak tani miskin ditanah yang katanya negeri agraria, negeri para petani ini yang mengalami hal yang sama. atau mungkin ada yang mengalami nasib yang lebih parah dariku. Sedikit pelipur lara dan menjadi api semangat buatku adalah pesan manis dari seniorku, “kau harus berorganisasi. Dengan berorganisasi, kita bisa menyatukan semua kawan-kawan kita dan hadapi semua sama-sama”

2 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Tuesday, December 2, 2014

AKU SEORANG ANAK KELUARGA TANI

#kisah pilu  seorang mahasiswa baru…
Namaku Baco’, anak bungsu dari 3 bersaudaran keluarga petani. Tanah orang tuaku dikampung tak terlalu luas. Kurang dari 1 hektar. Dalam keadaan itu mereka sadar, tidak ada harta benda yang mampu mereka sisakan kepada kami. Maka, satu harapan besar mereka adalah dengan menyekolahkan anak-anaknya untuk dapat bekal ilmu demi menyongsong masa depan. Ibarat kata, selembar ijazahlah dan segudang ilmu yang mereka ingin berikan kepada anak-anaknya. Harapan besar mereka dengan ilmu itu kami mampu memperbaiki hidup hingga tak alami kesulitan seperti mereka.
Berbekal mendapat beasiswa untuk orang mampu dari Negara aku mendapat tiket  lanjut kuliah dikampus terbaik diprovinsi seberang. Cita-cita besar orang tua ada dipundak. Sempat ku Tanya mereka dari mana mereka dapat uang menghidupi ku di tanah orang, sebab beasiswaku tak setiap waktu cair. Jawabnya singkat, “jalani saja dulu nak, inshaa allah ada jalan”. Betapa pilu hatiku mendengar itu, sebab ku tahu penghasilan mereka sangat sulit untuk penuhi kebutuhan mereka dikampung. Lantas sekarang, aku dikota akan jadi beban pikiran mereka. Disaat yang sama, kedua kakakku belum mendapat kerja yang layak. Penghasilannya hanya cukup untuk penuhi kebutuhan sendirinya. Akhirnya, dengan cita-cita besar kuangkat koperku meninggalkan tanah kelahiran dengan tekad dan cita-cita besar. “aku harus mampu merubah nasib keluarga, HARUS”
***


Dengan modal seadanya akhirnya ku pijak ibukota provinsi seberang. Saat ku dapati kampusku, sepintas ku lihat demikian megah. Pepohonan rindang menemani semenjak pintu masuk hingga mengelilingi kampus. Danau da air mancur ada dimuka gerbang. Sebuah kebun binatang menjadi penyambut pertama. Aku terpesona. Aku lulus disalah satu jurusan disebuah fakultas yang sangat jarang peminatnya di Negaraku, Fakultas Ilmu Pasti. Wajar saja, kata orang lapangan kerja bagi lulusannya sangat kurang disini. Tappi itu sudah bukan masalah besar bagiku, setidaknya aku memiliki kesempatan untuk merasakan berkuliah disebuah kampus besar yang dikampungku sangat terkenal dengan kualitasnya.
Untung tak dapat ditolak, kecelakaan pun datang. Dengan asumsi aku mendapat beasiswa, kampus memaksaku dan semua teman-temanku yang juga mendapat beasiswa untuk membayar biaya kuliah sama dengan anak-anak pejabat (di negaraku kawan, kampus sangat akrab dengan kata ‘kaya’ dan ‘miskin’. Biaya kuliah yang kaya dan miskin beda dengan alasan ‘keadilan’). Akhirnya, beasiswaku tiap semester harus hilang hanya untuk bayar uang kuliah. Tapi, aku tetap sabar. Dengan setengah dari beasiswaku ku pikir cukup bagiku. Hanya saja keadaan kurang beruntung nampaknya sangat identik dengan kehidupanku. Dalam kepasrahan akibat paksaan menerima uang kuliah yang disamakan dengan orang ‘kaya’ (walau aku hanya anak bungsu dari keluarga tani miskin), belakangan isu beredar beasiswaku yang hanya kudapat akan dipotong setengah lagi. Bagiku ini sangat tidak mencukupi. Lagipula, beasiswa itu ku dapat karena aku seorang yang ‘miskin dan berprestai’ (demikian kalimat dalam Undang-Undang), lantas kenapa mesti disejajarkan dengan orang kaya lalu beasiswaku dipotong-potong pula??? Apa mungkin Negara ini tak berniat memberi beasiswa dan ini hanya sekedar barang kampanye saja??? Atau kampusku lah yang terlalu rakus dalam melihat uang hingga halalkan segala cara??? Atau mungkin ini buah kerja sama dari keduanya???
Aghhh…

Inilah nasibku sebagai seorang anak tani miskin yang hendak bersekolah. Aku tak berharap kalian kasihan, aku tak butuh. Hanya saja, keyakinanku berkata bahwa ini tak hanya terjadi padaku. Entah berapa anak tani miskin ditanah yang katanya negeri agraria, negeri para petani ini yang mengalami hal yang sama. atau mungkin ada yang mengalami nasib yang lebih parah dariku. Sedikit pelipur lara dan menjadi api semangat buatku adalah pesan manis dari seniorku, “kau harus berorganisasi. Dengan berorganisasi, kita bisa menyatukan semua kawan-kawan kita dan hadapi semua sama-sama”

2 comments:

Tuesday, December 2, 2014

AKU SEORANG ANAK KELUARGA TANI

#kisah pilu  seorang mahasiswa baru…
Namaku Baco’, anak bungsu dari 3 bersaudaran keluarga petani. Tanah orang tuaku dikampung tak terlalu luas. Kurang dari 1 hektar. Dalam keadaan itu mereka sadar, tidak ada harta benda yang mampu mereka sisakan kepada kami. Maka, satu harapan besar mereka adalah dengan menyekolahkan anak-anaknya untuk dapat bekal ilmu demi menyongsong masa depan. Ibarat kata, selembar ijazahlah dan segudang ilmu yang mereka ingin berikan kepada anak-anaknya. Harapan besar mereka dengan ilmu itu kami mampu memperbaiki hidup hingga tak alami kesulitan seperti mereka.
Berbekal mendapat beasiswa untuk orang mampu dari Negara aku mendapat tiket  lanjut kuliah dikampus terbaik diprovinsi seberang. Cita-cita besar orang tua ada dipundak. Sempat ku Tanya mereka dari mana mereka dapat uang menghidupi ku di tanah orang, sebab beasiswaku tak setiap waktu cair. Jawabnya singkat, “jalani saja dulu nak, inshaa allah ada jalan”. Betapa pilu hatiku mendengar itu, sebab ku tahu penghasilan mereka sangat sulit untuk penuhi kebutuhan mereka dikampung. Lantas sekarang, aku dikota akan jadi beban pikiran mereka. Disaat yang sama, kedua kakakku belum mendapat kerja yang layak. Penghasilannya hanya cukup untuk penuhi kebutuhan sendirinya. Akhirnya, dengan cita-cita besar kuangkat koperku meninggalkan tanah kelahiran dengan tekad dan cita-cita besar. “aku harus mampu merubah nasib keluarga, HARUS”
***


Dengan modal seadanya akhirnya ku pijak ibukota provinsi seberang. Saat ku dapati kampusku, sepintas ku lihat demikian megah. Pepohonan rindang menemani semenjak pintu masuk hingga mengelilingi kampus. Danau da air mancur ada dimuka gerbang. Sebuah kebun binatang menjadi penyambut pertama. Aku terpesona. Aku lulus disalah satu jurusan disebuah fakultas yang sangat jarang peminatnya di Negaraku, Fakultas Ilmu Pasti. Wajar saja, kata orang lapangan kerja bagi lulusannya sangat kurang disini. Tappi itu sudah bukan masalah besar bagiku, setidaknya aku memiliki kesempatan untuk merasakan berkuliah disebuah kampus besar yang dikampungku sangat terkenal dengan kualitasnya.
Untung tak dapat ditolak, kecelakaan pun datang. Dengan asumsi aku mendapat beasiswa, kampus memaksaku dan semua teman-temanku yang juga mendapat beasiswa untuk membayar biaya kuliah sama dengan anak-anak pejabat (di negaraku kawan, kampus sangat akrab dengan kata ‘kaya’ dan ‘miskin’. Biaya kuliah yang kaya dan miskin beda dengan alasan ‘keadilan’). Akhirnya, beasiswaku tiap semester harus hilang hanya untuk bayar uang kuliah. Tapi, aku tetap sabar. Dengan setengah dari beasiswaku ku pikir cukup bagiku. Hanya saja keadaan kurang beruntung nampaknya sangat identik dengan kehidupanku. Dalam kepasrahan akibat paksaan menerima uang kuliah yang disamakan dengan orang ‘kaya’ (walau aku hanya anak bungsu dari keluarga tani miskin), belakangan isu beredar beasiswaku yang hanya kudapat akan dipotong setengah lagi. Bagiku ini sangat tidak mencukupi. Lagipula, beasiswa itu ku dapat karena aku seorang yang ‘miskin dan berprestai’ (demikian kalimat dalam Undang-Undang), lantas kenapa mesti disejajarkan dengan orang kaya lalu beasiswaku dipotong-potong pula??? Apa mungkin Negara ini tak berniat memberi beasiswa dan ini hanya sekedar barang kampanye saja??? Atau kampusku lah yang terlalu rakus dalam melihat uang hingga halalkan segala cara??? Atau mungkin ini buah kerja sama dari keduanya???
Aghhh…

Inilah nasibku sebagai seorang anak tani miskin yang hendak bersekolah. Aku tak berharap kalian kasihan, aku tak butuh. Hanya saja, keyakinanku berkata bahwa ini tak hanya terjadi padaku. Entah berapa anak tani miskin ditanah yang katanya negeri agraria, negeri para petani ini yang mengalami hal yang sama. atau mungkin ada yang mengalami nasib yang lebih parah dariku. Sedikit pelipur lara dan menjadi api semangat buatku adalah pesan manis dari seniorku, “kau harus berorganisasi. Dengan berorganisasi, kita bisa menyatukan semua kawan-kawan kita dan hadapi semua sama-sama”

2 comments: