#sebuah pandangan sederhana..
Jika kita miskin, haruskah kita menggerutu pada Tuhan???
Haruskah marah pada-Nya???
Mempertanyakan “takdir”-Nya yang sedemikian pedih. Saat kita
kelaparaan, sebab saku pakaian tak juga berisikan uang. Melamun dalam kisah
sendu penuh amarah pada-Nya. Saat kita menggigil dalam pesakitan di rumah-rumah
kita (yang mungkin rumah itu adalah kolong jembatan layang) karena sakit sedang
kita tak mampu membayar uang perawatan rumah sakit, bahkan tak sanggup untuk
membeli obat sekalipun. Saat anak-anak kita tak mampu bersekolah karena uang
SPP sekolahan yang mahal.
Haruskah mempersalahkan Tuhan???
Atau “takdir” Tuhan???
(pertanyaan yang menurutku sama
saja artinya..)
Lantas kalau kita miskin, apakah itu salah Tuhan??? Atau salah
“takdir” Tuhan??? Apakah Dia sedemikian kejam sehingga menelantarkan kita
sedemikian rupa. Bukankah dia telah berucap di kitab suci-Nya:
“maka nikmat-Ku yang mana lagi yang hendak kalian dustakan???”
“maka nikmat-Ku yang mana lagi yang hendak kalian dustakan???”
Jika kemudian biaya hidup semakin hari semakin membumbung tinggi (lihat saja, harga LPG baru-baru naik lagi,
alasannya perusahaan minyak Negara mengalami kerugian besar), jika kemudian
layanan kesehatan bukan lagi hak orang miskin (kan baru-baru ini juga seorang supir angkutan umum baru saja di tolak
di rawat di sebuah rumah sakit “hanya” karena dia bekerja sebagai supir
angkutan umum), atau jika biaya pendidikan semakin hari semakin menggila (dikomersialisasikan
kata kawan-kawan aktivis yang sering demo), apakah itu salah Tuhan???
Sampai-sampai banyak manusia yang menggerutu pada-Nya, mencap-Nya
tidak adil..
Kenapa tak tanya itu pada pak Presiden??? Kan dia yang memegang kuasa
hajat hidup kita semua…
(tapi, nanyanya yang sopan yah,
kan baru-baru ini juga dia sering galau karena katanya dia tidak dihargai,
hehehehe)
Harga-harga yang
membumbung tinggikan lahir dari kreasi para ahli ekonomi yang “dia” bayar
mahal-mahal dengan uang pajak yang kita bayar. Biaya kesehatan yang “woowww..” kan juga ada di depan
hidungnya. Atau kenapa duit sekolahan jadi mahal sedang menurut Undang-Undang
katanya kewajiban dari Negara adalah “mencerdaskan
kehidupan bangsa”, sementara dialah pelaksana Negara bersama semua
konco-konconya, lha kok sekolahan malah dikomersialisasi (pinjam istilahnya kawan-kawan aktivis, hehehe).
Hhmmmm…
Entah mengapa
saya mulai sedikit meragu dengan para pembawa berita agama yang selalu
mengabarkan bahwa semua kejadian pada hari ini adalah takdir Tuhan untuk
menggerakkan dinamika kehidupan.
Kan Dia sendiri
yang berucap:
“Aku tak akan memberi beban yang melebihi
kemampua hamba-Ku”
Lantas, jika
anak-anak si miskin semakin hari semakin kerontang bahkan harus berhenti
sekolah hanya karena gak punya duit untuk sekolahan (ini belum masuk yang kelaparan sampai busung lapar), atau si supir
angkutan umum yang di tolak di salah satu rumah sakit “hanya” karena dia
seorang supir angkutan umum, atau anak-anak gelandangan yang putus sekolah
karena pendidikan katanya dikomersialisasi,
atau mungkin para TKW yang jadi TKW karena tanah di kampungnya “diminta” sama
pemerintah (tapi mintanya pake brimob
atau tentara) buat dibangunkan pabrik-pabrik (baik itu milik pemerntah
sendiri, atau punyanya orang asing yang kita tak pernah tahu siapa dia),
kemudian dipenjara, diperkosa, dipasung, atau punggungnya disetrika, di negeri orang,
juga mungkin orang-orang suku terdalam yang hidupnya menyandarkan diri ke alam,
mulai dari yang cuma pake koteka sampai yang pakaiannya serba hitam itu di
tembaki, di tuduh pemberontak karena meminta balik tanah ulayatnya yang di
gerogoti sama pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan asing, itu semua adalah
“takdir” Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan???!!!!!
(teringat statement dosenku saat berkuliah,
katanya, “logika ‘tuhan’ itu begini, saya ‘tuhan’, saya ciptakan kamu, saya
takdirkan kamu mencuri, dan saya masukkan penjara biar kamu jera..”)
Kan lucu kalau
memang seperti itu, sementara kehidupan ini bukan panggung lawak yang
menghidupi Sule dan kawan-kawannya…
Atau jangan
sampai, ini ulah raja-raja bumi manusia di bangsa kita ini yang tidak pernah
jera, tidak pernah capek, terus-terusan rakus, buat menjual setiap milik-milik
rakyatnya kepada orang-orang asing sana demi perhiasan, kemewahan, dan
singgasana mereka sendiri??!!!!
Sedang para
kawula, tiap harinya makan tak makan, ada pula yang hanya hidup di gubuk-gubuk
sampah atau kolong jembatan, dll..
Kan dunia telah
bercerita, sejak lahirnya golongan-golongan yang berkuasa atas yang lainnya
maka seiring itu juga kemiskinan lahir, kelaparan lahir, dan semua keburukan
itu lahir. Sedangkan dunia ini seolah-olah menjadi milik dari mereka
(sejauh kabar yang ku dengar, ada 10 orang
terkaya di negeri ini, dan mereka-merekalah yang memegang 60% pendapatan
Negara)
Wajar saja kalau
pesohor negeri India pernah bercerita bahwa:
“bumi ini mampu menghidupi kebutuhan seluruh
manusia, tapi bumi ini tak akan sanggup untuk memenuhi kebutuhan satu orang
yang serakah”
Nah, pada
akhirnya dengan cukup jelas kita bisa melihat bahwa kemiskinan yang ada di
depan mata kita bukan soal Tuhan menakdirkan kemiskinan dan kemalangan
sedemikian rupa, namun, sebagian kecil dari kita, senantiasa mengambil isi
perut kita, melarang kita hidup di lingkungan yang sehat, melarang kita bekerja
dan berpendapatan yang layak, melarang kita bersekolah yang tinggi, sementara
kesemua hal itu mereka tumpuk-tunpuk di gudang-gudang harta mereka. Mereka
pakai untuk membangun istana, mereka pakai untuk berfoya-foya, dan mereka pakai
untuk kepuasan nafsu mereka. Dengan harta yang mereka “curi” dari kita itu
mereka jalan-jalan ke mall, mereka plesiran ke luar negeri, mereka membeli
mobil-mobil mewah, mereka pakai untuk “bercinta” di kasur-kasur prostitusi.
Sedang sebagian besar dari rakyat, hidup seolah sampah, tak bisa makan, tak
bisa sekolah, tak bisa hidup sehat, bahkan bagi para pria untuk menikah pun
susah.
Sekali lagi, ini
bukan soal Tuhan, ini soal bangsa manusia yang menjajah sebangsanya sendiri.
Lantas, apa
hendak kita lakukan dengan wajah kehidupan serupa ini?? Haruskah ikuti sabda
para penyampai “kalimat” Tuhan untuk bersabar dan menanti negeri akhirat???
Tampaknya sekali
lagi aku tak menyepakati hal tersebut. Setiap dari kita berhak untuk makan dan
isi perut kita, lantas jika kita kelaparan sebab ada orang yang menyungkil isi
perut kita bukankah itu adalah pencurian??? dan nampaknya, saya juga tak pernah
rela kalau isi perut saya melulu dicuri dan di belejeti. Kan utusan tuhan,
sejauh yang ku yakini, pernah mengabarkan bahwa:
“jika kau lihat kebathilan, maka rubah itu
dengan tanganmu, jika tak mampu, rubah dengan lisanmu, jika masih tak mampu
maka doakan dalam hati. Sungguh itu selemah-lemah iman”
Sedang ku pikir,
masing-masing kita saat bersatu bukanlah golongan yang lemah..!!!
Mereka punya
senjata, tapi kita, yang setiap hari di renggut haknya ini, adalah golongan
terbesar dari bangsa ini. Kan sejarah juga sudah mencatatkan bahwa perjuangan
dan persatuan para leluhur kitalah yang mengusir para kompeni Belanda dan para
Nippon jepang dari tanah bangsa kita ini..!!! lihat bagaimana meriam-meriam
Belanda di buat pusing tujuh keliling menghadapi parang-parang pejuang rakyat.
Lantas apa yang
kita khawatirkan???
Kan Tuhan juga
sudah menyemangati perjuangan kita?? Dia bilang:
“tak berubah nasib suatu bangsa kalau bukan
bangsa itu sendiri yang merubahnya..”
Well, demikianlah
kehidupan telah menggambarkan pada kita betapa kehancuran nasib suatu bangsa
bukanlah semata-mata karena “takdir” sebagaimana cerita dongeng para tukang
ceramah, tapi bagaimana para raja telah menjadi hamba keserakahan dan berubah
jadi binatang yang tak pernah berhenti memangsa sebangsanya. Dan itu tak akan
bergerak berubah jika bukan semangat-semangat kita yang menggerakkannya.
Dan demikianlah
aku, Man, mahasiswa Fakultas Ilmu Pasti Universitas Ayam Jantan melihat
semuanya. Ada yang tak sepakat??? Ku pikir itu hak anda, tapi bukan mahluk yang
berakal yang menyandarkan ketidaksepakatannya pada emosi dan kedengkian. Kan
kita bisa duduk bersama dan berdiskusi??
Gerakan massa solusinya...
ReplyDelete