Tuesday, February 11, 2014

Haruskah Kita



#sebuah pandangan sederhana..
Jika kita miskin, haruskah kita menggerutu pada Tuhan???
Haruskah marah pada-Nya???
Mempertanyakan “takdir”-Nya yang sedemikian pedih. Saat kita kelaparaan, sebab saku pakaian tak juga berisikan uang. Melamun dalam kisah sendu penuh amarah pada-Nya. Saat kita menggigil dalam pesakitan di rumah-rumah kita (yang mungkin rumah itu adalah kolong jembatan layang) karena sakit sedang kita tak mampu membayar uang perawatan rumah sakit, bahkan tak sanggup untuk membeli obat sekalipun. Saat anak-anak kita tak mampu bersekolah karena uang SPP sekolahan yang mahal.
Haruskah mempersalahkan Tuhan???
Atau “takdir” Tuhan???
(pertanyaan yang menurutku sama saja artinya..)
 
Lantas kalau kita miskin, apakah itu salah Tuhan??? Atau salah “takdir” Tuhan??? Apakah Dia sedemikian kejam sehingga menelantarkan kita sedemikian rupa. Bukankah dia telah berucap di kitab suci-Nya:
“maka nikmat-Ku yang mana lagi yang hendak kalian dustakan???”
Jika kemudian biaya hidup semakin hari semakin membumbung tinggi (lihat saja, harga LPG baru-baru naik lagi, alasannya perusahaan minyak Negara mengalami kerugian besar), jika kemudian layanan kesehatan bukan lagi hak orang miskin (kan baru-baru ini juga seorang supir angkutan umum baru saja di tolak di rawat di sebuah rumah sakit “hanya” karena dia bekerja sebagai supir angkutan umum), atau jika biaya pendidikan semakin hari semakin menggila (dikomersialisasikan kata kawan-kawan aktivis yang sering demo), apakah itu salah Tuhan???
Sampai-sampai banyak manusia yang menggerutu pada-Nya, mencap-Nya tidak adil..
Kenapa tak tanya itu pada pak Presiden??? Kan dia yang memegang kuasa hajat hidup kita semua…
(tapi, nanyanya yang sopan yah, kan baru-baru ini juga dia sering galau karena katanya dia tidak dihargai, hehehehe)
Harga-harga yang membumbung tinggikan lahir dari kreasi para ahli ekonomi yang “dia” bayar mahal-mahal dengan uang pajak yang kita bayar. Biaya kesehatan yang “woowww..” kan juga ada di depan hidungnya. Atau kenapa duit sekolahan jadi mahal sedang menurut Undang-Undang katanya kewajiban dari Negara adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”, sementara dialah pelaksana Negara bersama semua konco-konconya, lha kok sekolahan malah dikomersialisasi (pinjam istilahnya kawan-kawan aktivis, hehehe).
Hhmmmm…
Entah mengapa saya mulai sedikit meragu dengan para pembawa berita agama yang selalu mengabarkan bahwa semua kejadian pada hari ini adalah takdir Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan.
Kan Dia sendiri yang berucap:
“Aku tak akan memberi beban yang melebihi kemampua hamba-Ku”
Lantas, jika anak-anak si miskin semakin hari semakin kerontang bahkan harus berhenti sekolah hanya karena gak punya duit untuk sekolahan (ini belum masuk yang kelaparan sampai busung lapar), atau si supir angkutan umum yang di tolak di salah satu rumah sakit “hanya” karena dia seorang supir angkutan umum, atau anak-anak gelandangan yang putus sekolah karena pendidikan katanya dikomersialisasi, atau mungkin para TKW yang jadi TKW karena tanah di kampungnya “diminta” sama pemerintah (tapi mintanya pake brimob atau tentara) buat dibangunkan pabrik-pabrik (baik itu milik pemerntah sendiri, atau punyanya orang asing yang kita tak pernah tahu siapa dia), kemudian dipenjara, diperkosa, dipasung, atau punggungnya disetrika, di negeri orang, juga mungkin orang-orang suku terdalam yang hidupnya menyandarkan diri ke alam, mulai dari yang cuma pake koteka sampai yang pakaiannya serba hitam itu di tembaki, di tuduh pemberontak karena meminta balik tanah ulayatnya yang di gerogoti sama pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan asing, itu semua adalah “takdir” Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan???!!!!!
(teringat statement dosenku saat berkuliah, katanya, “logika ‘tuhan’ itu begini, saya ‘tuhan’, saya ciptakan kamu, saya takdirkan kamu mencuri, dan saya masukkan penjara biar kamu jera..”)
Kan lucu kalau memang seperti itu, sementara kehidupan ini bukan panggung lawak yang menghidupi Sule dan kawan-kawannya…
Atau jangan sampai, ini ulah raja-raja bumi manusia di bangsa kita ini yang tidak pernah jera, tidak pernah capek, terus-terusan rakus, buat menjual setiap milik-milik rakyatnya kepada orang-orang asing sana demi perhiasan, kemewahan, dan singgasana mereka sendiri??!!!!
Sedang para kawula, tiap harinya makan tak makan, ada pula yang hanya hidup di gubuk-gubuk sampah atau kolong jembatan, dll..
Kan dunia telah bercerita, sejak lahirnya golongan-golongan yang berkuasa atas yang lainnya maka seiring itu juga kemiskinan lahir, kelaparan lahir, dan semua keburukan itu lahir. Sedangkan dunia ini seolah-olah menjadi milik dari mereka
(sejauh kabar yang ku dengar, ada 10 orang terkaya di negeri ini, dan mereka-merekalah yang memegang 60% pendapatan Negara)
Wajar saja kalau pesohor negeri India pernah bercerita bahwa:
“bumi ini mampu menghidupi kebutuhan seluruh manusia, tapi bumi ini tak akan sanggup untuk memenuhi kebutuhan satu orang yang serakah”
Nah, pada akhirnya dengan cukup jelas kita bisa melihat bahwa kemiskinan yang ada di depan mata kita bukan soal Tuhan menakdirkan kemiskinan dan kemalangan sedemikian rupa, namun, sebagian kecil dari kita, senantiasa mengambil isi perut kita, melarang kita hidup di lingkungan yang sehat, melarang kita bekerja dan berpendapatan yang layak, melarang kita bersekolah yang tinggi, sementara kesemua hal itu mereka tumpuk-tunpuk di gudang-gudang harta mereka. Mereka pakai untuk membangun istana, mereka pakai untuk berfoya-foya, dan mereka pakai untuk kepuasan nafsu mereka. Dengan harta yang mereka “curi” dari kita itu mereka jalan-jalan ke mall, mereka plesiran ke luar negeri, mereka membeli mobil-mobil mewah, mereka pakai untuk “bercinta” di kasur-kasur prostitusi. Sedang sebagian besar dari rakyat, hidup seolah sampah, tak bisa makan, tak bisa sekolah, tak bisa hidup sehat, bahkan bagi para pria untuk menikah pun susah.
Sekali lagi, ini bukan soal Tuhan, ini soal bangsa manusia yang menjajah sebangsanya sendiri.
Lantas, apa hendak kita lakukan dengan wajah kehidupan serupa ini?? Haruskah ikuti sabda para penyampai “kalimat” Tuhan untuk bersabar dan menanti negeri akhirat???
Tampaknya sekali lagi aku tak menyepakati hal tersebut. Setiap dari kita berhak untuk makan dan isi perut kita, lantas jika kita kelaparan sebab ada orang yang menyungkil isi perut kita bukankah itu adalah pencurian??? dan nampaknya, saya juga tak pernah rela kalau isi perut saya melulu dicuri dan di belejeti. Kan utusan tuhan, sejauh yang ku yakini, pernah mengabarkan bahwa:
“jika kau lihat kebathilan, maka rubah itu dengan tanganmu, jika tak mampu, rubah dengan lisanmu, jika masih tak mampu maka doakan dalam hati. Sungguh itu selemah-lemah iman”
Sedang ku pikir, masing-masing kita saat bersatu bukanlah golongan yang lemah..!!!
Mereka punya senjata, tapi kita, yang setiap hari di renggut haknya ini, adalah golongan terbesar dari bangsa ini. Kan sejarah juga sudah mencatatkan bahwa perjuangan dan persatuan para leluhur kitalah yang mengusir para kompeni Belanda dan para Nippon jepang dari tanah bangsa kita ini..!!! lihat bagaimana meriam-meriam Belanda di buat pusing tujuh keliling menghadapi parang-parang pejuang rakyat.
Lantas apa yang kita khawatirkan???
Kan Tuhan juga sudah menyemangati perjuangan kita?? Dia bilang:
“tak berubah nasib suatu bangsa kalau bukan bangsa itu sendiri yang merubahnya..”
Well, demikianlah kehidupan telah menggambarkan pada kita betapa kehancuran nasib suatu bangsa bukanlah semata-mata karena “takdir” sebagaimana cerita dongeng para tukang ceramah, tapi bagaimana para raja telah menjadi hamba keserakahan dan berubah jadi binatang yang tak pernah berhenti memangsa sebangsanya. Dan itu tak akan bergerak berubah jika bukan semangat-semangat kita yang menggerakkannya.
Dan demikianlah aku, Man, mahasiswa Fakultas Ilmu Pasti Universitas Ayam Jantan melihat semuanya. Ada yang tak sepakat??? Ku pikir itu hak anda, tapi bukan mahluk yang berakal yang menyandarkan ketidaksepakatannya pada emosi dan kedengkian. Kan kita bisa duduk bersama dan berdiskusi??

1 comment:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Tuesday, February 11, 2014

Haruskah Kita



#sebuah pandangan sederhana..
Jika kita miskin, haruskah kita menggerutu pada Tuhan???
Haruskah marah pada-Nya???
Mempertanyakan “takdir”-Nya yang sedemikian pedih. Saat kita kelaparaan, sebab saku pakaian tak juga berisikan uang. Melamun dalam kisah sendu penuh amarah pada-Nya. Saat kita menggigil dalam pesakitan di rumah-rumah kita (yang mungkin rumah itu adalah kolong jembatan layang) karena sakit sedang kita tak mampu membayar uang perawatan rumah sakit, bahkan tak sanggup untuk membeli obat sekalipun. Saat anak-anak kita tak mampu bersekolah karena uang SPP sekolahan yang mahal.
Haruskah mempersalahkan Tuhan???
Atau “takdir” Tuhan???
(pertanyaan yang menurutku sama saja artinya..)
 
Lantas kalau kita miskin, apakah itu salah Tuhan??? Atau salah “takdir” Tuhan??? Apakah Dia sedemikian kejam sehingga menelantarkan kita sedemikian rupa. Bukankah dia telah berucap di kitab suci-Nya:
“maka nikmat-Ku yang mana lagi yang hendak kalian dustakan???”
Jika kemudian biaya hidup semakin hari semakin membumbung tinggi (lihat saja, harga LPG baru-baru naik lagi, alasannya perusahaan minyak Negara mengalami kerugian besar), jika kemudian layanan kesehatan bukan lagi hak orang miskin (kan baru-baru ini juga seorang supir angkutan umum baru saja di tolak di rawat di sebuah rumah sakit “hanya” karena dia bekerja sebagai supir angkutan umum), atau jika biaya pendidikan semakin hari semakin menggila (dikomersialisasikan kata kawan-kawan aktivis yang sering demo), apakah itu salah Tuhan???
Sampai-sampai banyak manusia yang menggerutu pada-Nya, mencap-Nya tidak adil..
Kenapa tak tanya itu pada pak Presiden??? Kan dia yang memegang kuasa hajat hidup kita semua…
(tapi, nanyanya yang sopan yah, kan baru-baru ini juga dia sering galau karena katanya dia tidak dihargai, hehehehe)
Harga-harga yang membumbung tinggikan lahir dari kreasi para ahli ekonomi yang “dia” bayar mahal-mahal dengan uang pajak yang kita bayar. Biaya kesehatan yang “woowww..” kan juga ada di depan hidungnya. Atau kenapa duit sekolahan jadi mahal sedang menurut Undang-Undang katanya kewajiban dari Negara adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”, sementara dialah pelaksana Negara bersama semua konco-konconya, lha kok sekolahan malah dikomersialisasi (pinjam istilahnya kawan-kawan aktivis, hehehe).
Hhmmmm…
Entah mengapa saya mulai sedikit meragu dengan para pembawa berita agama yang selalu mengabarkan bahwa semua kejadian pada hari ini adalah takdir Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan.
Kan Dia sendiri yang berucap:
“Aku tak akan memberi beban yang melebihi kemampua hamba-Ku”
Lantas, jika anak-anak si miskin semakin hari semakin kerontang bahkan harus berhenti sekolah hanya karena gak punya duit untuk sekolahan (ini belum masuk yang kelaparan sampai busung lapar), atau si supir angkutan umum yang di tolak di salah satu rumah sakit “hanya” karena dia seorang supir angkutan umum, atau anak-anak gelandangan yang putus sekolah karena pendidikan katanya dikomersialisasi, atau mungkin para TKW yang jadi TKW karena tanah di kampungnya “diminta” sama pemerintah (tapi mintanya pake brimob atau tentara) buat dibangunkan pabrik-pabrik (baik itu milik pemerntah sendiri, atau punyanya orang asing yang kita tak pernah tahu siapa dia), kemudian dipenjara, diperkosa, dipasung, atau punggungnya disetrika, di negeri orang, juga mungkin orang-orang suku terdalam yang hidupnya menyandarkan diri ke alam, mulai dari yang cuma pake koteka sampai yang pakaiannya serba hitam itu di tembaki, di tuduh pemberontak karena meminta balik tanah ulayatnya yang di gerogoti sama pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan asing, itu semua adalah “takdir” Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan???!!!!!
(teringat statement dosenku saat berkuliah, katanya, “logika ‘tuhan’ itu begini, saya ‘tuhan’, saya ciptakan kamu, saya takdirkan kamu mencuri, dan saya masukkan penjara biar kamu jera..”)
Kan lucu kalau memang seperti itu, sementara kehidupan ini bukan panggung lawak yang menghidupi Sule dan kawan-kawannya…
Atau jangan sampai, ini ulah raja-raja bumi manusia di bangsa kita ini yang tidak pernah jera, tidak pernah capek, terus-terusan rakus, buat menjual setiap milik-milik rakyatnya kepada orang-orang asing sana demi perhiasan, kemewahan, dan singgasana mereka sendiri??!!!!
Sedang para kawula, tiap harinya makan tak makan, ada pula yang hanya hidup di gubuk-gubuk sampah atau kolong jembatan, dll..
Kan dunia telah bercerita, sejak lahirnya golongan-golongan yang berkuasa atas yang lainnya maka seiring itu juga kemiskinan lahir, kelaparan lahir, dan semua keburukan itu lahir. Sedangkan dunia ini seolah-olah menjadi milik dari mereka
(sejauh kabar yang ku dengar, ada 10 orang terkaya di negeri ini, dan mereka-merekalah yang memegang 60% pendapatan Negara)
Wajar saja kalau pesohor negeri India pernah bercerita bahwa:
“bumi ini mampu menghidupi kebutuhan seluruh manusia, tapi bumi ini tak akan sanggup untuk memenuhi kebutuhan satu orang yang serakah”
Nah, pada akhirnya dengan cukup jelas kita bisa melihat bahwa kemiskinan yang ada di depan mata kita bukan soal Tuhan menakdirkan kemiskinan dan kemalangan sedemikian rupa, namun, sebagian kecil dari kita, senantiasa mengambil isi perut kita, melarang kita hidup di lingkungan yang sehat, melarang kita bekerja dan berpendapatan yang layak, melarang kita bersekolah yang tinggi, sementara kesemua hal itu mereka tumpuk-tunpuk di gudang-gudang harta mereka. Mereka pakai untuk membangun istana, mereka pakai untuk berfoya-foya, dan mereka pakai untuk kepuasan nafsu mereka. Dengan harta yang mereka “curi” dari kita itu mereka jalan-jalan ke mall, mereka plesiran ke luar negeri, mereka membeli mobil-mobil mewah, mereka pakai untuk “bercinta” di kasur-kasur prostitusi. Sedang sebagian besar dari rakyat, hidup seolah sampah, tak bisa makan, tak bisa sekolah, tak bisa hidup sehat, bahkan bagi para pria untuk menikah pun susah.
Sekali lagi, ini bukan soal Tuhan, ini soal bangsa manusia yang menjajah sebangsanya sendiri.
Lantas, apa hendak kita lakukan dengan wajah kehidupan serupa ini?? Haruskah ikuti sabda para penyampai “kalimat” Tuhan untuk bersabar dan menanti negeri akhirat???
Tampaknya sekali lagi aku tak menyepakati hal tersebut. Setiap dari kita berhak untuk makan dan isi perut kita, lantas jika kita kelaparan sebab ada orang yang menyungkil isi perut kita bukankah itu adalah pencurian??? dan nampaknya, saya juga tak pernah rela kalau isi perut saya melulu dicuri dan di belejeti. Kan utusan tuhan, sejauh yang ku yakini, pernah mengabarkan bahwa:
“jika kau lihat kebathilan, maka rubah itu dengan tanganmu, jika tak mampu, rubah dengan lisanmu, jika masih tak mampu maka doakan dalam hati. Sungguh itu selemah-lemah iman”
Sedang ku pikir, masing-masing kita saat bersatu bukanlah golongan yang lemah..!!!
Mereka punya senjata, tapi kita, yang setiap hari di renggut haknya ini, adalah golongan terbesar dari bangsa ini. Kan sejarah juga sudah mencatatkan bahwa perjuangan dan persatuan para leluhur kitalah yang mengusir para kompeni Belanda dan para Nippon jepang dari tanah bangsa kita ini..!!! lihat bagaimana meriam-meriam Belanda di buat pusing tujuh keliling menghadapi parang-parang pejuang rakyat.
Lantas apa yang kita khawatirkan???
Kan Tuhan juga sudah menyemangati perjuangan kita?? Dia bilang:
“tak berubah nasib suatu bangsa kalau bukan bangsa itu sendiri yang merubahnya..”
Well, demikianlah kehidupan telah menggambarkan pada kita betapa kehancuran nasib suatu bangsa bukanlah semata-mata karena “takdir” sebagaimana cerita dongeng para tukang ceramah, tapi bagaimana para raja telah menjadi hamba keserakahan dan berubah jadi binatang yang tak pernah berhenti memangsa sebangsanya. Dan itu tak akan bergerak berubah jika bukan semangat-semangat kita yang menggerakkannya.
Dan demikianlah aku, Man, mahasiswa Fakultas Ilmu Pasti Universitas Ayam Jantan melihat semuanya. Ada yang tak sepakat??? Ku pikir itu hak anda, tapi bukan mahluk yang berakal yang menyandarkan ketidaksepakatannya pada emosi dan kedengkian. Kan kita bisa duduk bersama dan berdiskusi??

1 comment:

Tuesday, February 11, 2014

Haruskah Kita



#sebuah pandangan sederhana..
Jika kita miskin, haruskah kita menggerutu pada Tuhan???
Haruskah marah pada-Nya???
Mempertanyakan “takdir”-Nya yang sedemikian pedih. Saat kita kelaparaan, sebab saku pakaian tak juga berisikan uang. Melamun dalam kisah sendu penuh amarah pada-Nya. Saat kita menggigil dalam pesakitan di rumah-rumah kita (yang mungkin rumah itu adalah kolong jembatan layang) karena sakit sedang kita tak mampu membayar uang perawatan rumah sakit, bahkan tak sanggup untuk membeli obat sekalipun. Saat anak-anak kita tak mampu bersekolah karena uang SPP sekolahan yang mahal.
Haruskah mempersalahkan Tuhan???
Atau “takdir” Tuhan???
(pertanyaan yang menurutku sama saja artinya..)
 
Lantas kalau kita miskin, apakah itu salah Tuhan??? Atau salah “takdir” Tuhan??? Apakah Dia sedemikian kejam sehingga menelantarkan kita sedemikian rupa. Bukankah dia telah berucap di kitab suci-Nya:
“maka nikmat-Ku yang mana lagi yang hendak kalian dustakan???”
Jika kemudian biaya hidup semakin hari semakin membumbung tinggi (lihat saja, harga LPG baru-baru naik lagi, alasannya perusahaan minyak Negara mengalami kerugian besar), jika kemudian layanan kesehatan bukan lagi hak orang miskin (kan baru-baru ini juga seorang supir angkutan umum baru saja di tolak di rawat di sebuah rumah sakit “hanya” karena dia bekerja sebagai supir angkutan umum), atau jika biaya pendidikan semakin hari semakin menggila (dikomersialisasikan kata kawan-kawan aktivis yang sering demo), apakah itu salah Tuhan???
Sampai-sampai banyak manusia yang menggerutu pada-Nya, mencap-Nya tidak adil..
Kenapa tak tanya itu pada pak Presiden??? Kan dia yang memegang kuasa hajat hidup kita semua…
(tapi, nanyanya yang sopan yah, kan baru-baru ini juga dia sering galau karena katanya dia tidak dihargai, hehehehe)
Harga-harga yang membumbung tinggikan lahir dari kreasi para ahli ekonomi yang “dia” bayar mahal-mahal dengan uang pajak yang kita bayar. Biaya kesehatan yang “woowww..” kan juga ada di depan hidungnya. Atau kenapa duit sekolahan jadi mahal sedang menurut Undang-Undang katanya kewajiban dari Negara adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”, sementara dialah pelaksana Negara bersama semua konco-konconya, lha kok sekolahan malah dikomersialisasi (pinjam istilahnya kawan-kawan aktivis, hehehe).
Hhmmmm…
Entah mengapa saya mulai sedikit meragu dengan para pembawa berita agama yang selalu mengabarkan bahwa semua kejadian pada hari ini adalah takdir Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan.
Kan Dia sendiri yang berucap:
“Aku tak akan memberi beban yang melebihi kemampua hamba-Ku”
Lantas, jika anak-anak si miskin semakin hari semakin kerontang bahkan harus berhenti sekolah hanya karena gak punya duit untuk sekolahan (ini belum masuk yang kelaparan sampai busung lapar), atau si supir angkutan umum yang di tolak di salah satu rumah sakit “hanya” karena dia seorang supir angkutan umum, atau anak-anak gelandangan yang putus sekolah karena pendidikan katanya dikomersialisasi, atau mungkin para TKW yang jadi TKW karena tanah di kampungnya “diminta” sama pemerintah (tapi mintanya pake brimob atau tentara) buat dibangunkan pabrik-pabrik (baik itu milik pemerntah sendiri, atau punyanya orang asing yang kita tak pernah tahu siapa dia), kemudian dipenjara, diperkosa, dipasung, atau punggungnya disetrika, di negeri orang, juga mungkin orang-orang suku terdalam yang hidupnya menyandarkan diri ke alam, mulai dari yang cuma pake koteka sampai yang pakaiannya serba hitam itu di tembaki, di tuduh pemberontak karena meminta balik tanah ulayatnya yang di gerogoti sama pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan asing, itu semua adalah “takdir” Tuhan untuk menggerakkan dinamika kehidupan???!!!!!
(teringat statement dosenku saat berkuliah, katanya, “logika ‘tuhan’ itu begini, saya ‘tuhan’, saya ciptakan kamu, saya takdirkan kamu mencuri, dan saya masukkan penjara biar kamu jera..”)
Kan lucu kalau memang seperti itu, sementara kehidupan ini bukan panggung lawak yang menghidupi Sule dan kawan-kawannya…
Atau jangan sampai, ini ulah raja-raja bumi manusia di bangsa kita ini yang tidak pernah jera, tidak pernah capek, terus-terusan rakus, buat menjual setiap milik-milik rakyatnya kepada orang-orang asing sana demi perhiasan, kemewahan, dan singgasana mereka sendiri??!!!!
Sedang para kawula, tiap harinya makan tak makan, ada pula yang hanya hidup di gubuk-gubuk sampah atau kolong jembatan, dll..
Kan dunia telah bercerita, sejak lahirnya golongan-golongan yang berkuasa atas yang lainnya maka seiring itu juga kemiskinan lahir, kelaparan lahir, dan semua keburukan itu lahir. Sedangkan dunia ini seolah-olah menjadi milik dari mereka
(sejauh kabar yang ku dengar, ada 10 orang terkaya di negeri ini, dan mereka-merekalah yang memegang 60% pendapatan Negara)
Wajar saja kalau pesohor negeri India pernah bercerita bahwa:
“bumi ini mampu menghidupi kebutuhan seluruh manusia, tapi bumi ini tak akan sanggup untuk memenuhi kebutuhan satu orang yang serakah”
Nah, pada akhirnya dengan cukup jelas kita bisa melihat bahwa kemiskinan yang ada di depan mata kita bukan soal Tuhan menakdirkan kemiskinan dan kemalangan sedemikian rupa, namun, sebagian kecil dari kita, senantiasa mengambil isi perut kita, melarang kita hidup di lingkungan yang sehat, melarang kita bekerja dan berpendapatan yang layak, melarang kita bersekolah yang tinggi, sementara kesemua hal itu mereka tumpuk-tunpuk di gudang-gudang harta mereka. Mereka pakai untuk membangun istana, mereka pakai untuk berfoya-foya, dan mereka pakai untuk kepuasan nafsu mereka. Dengan harta yang mereka “curi” dari kita itu mereka jalan-jalan ke mall, mereka plesiran ke luar negeri, mereka membeli mobil-mobil mewah, mereka pakai untuk “bercinta” di kasur-kasur prostitusi. Sedang sebagian besar dari rakyat, hidup seolah sampah, tak bisa makan, tak bisa sekolah, tak bisa hidup sehat, bahkan bagi para pria untuk menikah pun susah.
Sekali lagi, ini bukan soal Tuhan, ini soal bangsa manusia yang menjajah sebangsanya sendiri.
Lantas, apa hendak kita lakukan dengan wajah kehidupan serupa ini?? Haruskah ikuti sabda para penyampai “kalimat” Tuhan untuk bersabar dan menanti negeri akhirat???
Tampaknya sekali lagi aku tak menyepakati hal tersebut. Setiap dari kita berhak untuk makan dan isi perut kita, lantas jika kita kelaparan sebab ada orang yang menyungkil isi perut kita bukankah itu adalah pencurian??? dan nampaknya, saya juga tak pernah rela kalau isi perut saya melulu dicuri dan di belejeti. Kan utusan tuhan, sejauh yang ku yakini, pernah mengabarkan bahwa:
“jika kau lihat kebathilan, maka rubah itu dengan tanganmu, jika tak mampu, rubah dengan lisanmu, jika masih tak mampu maka doakan dalam hati. Sungguh itu selemah-lemah iman”
Sedang ku pikir, masing-masing kita saat bersatu bukanlah golongan yang lemah..!!!
Mereka punya senjata, tapi kita, yang setiap hari di renggut haknya ini, adalah golongan terbesar dari bangsa ini. Kan sejarah juga sudah mencatatkan bahwa perjuangan dan persatuan para leluhur kitalah yang mengusir para kompeni Belanda dan para Nippon jepang dari tanah bangsa kita ini..!!! lihat bagaimana meriam-meriam Belanda di buat pusing tujuh keliling menghadapi parang-parang pejuang rakyat.
Lantas apa yang kita khawatirkan???
Kan Tuhan juga sudah menyemangati perjuangan kita?? Dia bilang:
“tak berubah nasib suatu bangsa kalau bukan bangsa itu sendiri yang merubahnya..”
Well, demikianlah kehidupan telah menggambarkan pada kita betapa kehancuran nasib suatu bangsa bukanlah semata-mata karena “takdir” sebagaimana cerita dongeng para tukang ceramah, tapi bagaimana para raja telah menjadi hamba keserakahan dan berubah jadi binatang yang tak pernah berhenti memangsa sebangsanya. Dan itu tak akan bergerak berubah jika bukan semangat-semangat kita yang menggerakkannya.
Dan demikianlah aku, Man, mahasiswa Fakultas Ilmu Pasti Universitas Ayam Jantan melihat semuanya. Ada yang tak sepakat??? Ku pikir itu hak anda, tapi bukan mahluk yang berakal yang menyandarkan ketidaksepakatannya pada emosi dan kedengkian. Kan kita bisa duduk bersama dan berdiskusi??

1 comment: