Monday, April 14, 2014

SAKIT KRONIS


#siapa yang sakit??? entahlah..
“dookkk..pak dookkkter, tolong ‘milik kami’ pak, dia sakit parah..kami mohon pak, kami siap bayar berapa saja, asal ‘milik kami’ semubuh…”, kata Baco pada pak dokter.
Rumah sakit ‘PAK DOKTER’, yang awalnya sepi pun pecah dalam keramaian. Bagaimana tidak, dalam mengantar dia (baco menyebutnya dengan ‘milik kami’) Baco tak hanya sendiri, dia bersama kawan-kawannya yang cocok untuk bikin 2 tim bola itu. Kontan saja, mereka langsung jadi pusat perhatian. Tak lama kemudian sesosok perempuan dengan pakaian putih rambut panjang terurai wajah putih polos datang menghampiri gerombolan mereka.

“maaf, tolong administrasinya di selesaikan dulu di depan…”, kata sesosok perempuan yang ternyata seorang perawat atau tepatnya seorang mahasiswa salah satu kampus kesehatan swasta (kentara kok dari papan namanya..) kepada mereka.
“sudah selesai kok sus. O iy, kampus dek suster dari kampus mana..?”, Ambo menjawab dengan memasang muka manis di wajahnya yang sebenarnya di lipat bagaimanapun kelihatan sama saja, tua…
“AKPER Lorong-Lorong”, jawab suster singkat lantas memeriksa keadaan ‘milik kami’, dan kemudian berlalu seiring datangnya pak dokter.
“dok, tolong periksa ‘milik kami’ dok..pliizzz…”, kata i Nisa, sambil memohon kepada pak dokter
“sabar..sabar..pasti saya usahakan..”
“makasih pak dokter..”, serentak mereka menjawab
Wajah mereka seolah berseri, seperti pagi yang cerah, kedatangan pak dokter seperti mentari yang memberi mereka harapan. Mereka membayangkan, pak dokter adalah sesosok kamen rider yang datang saat monster datang menghantui mereka.
“wah..wah..kayaknya harus di rawat ini dek, kami harus diagnose dulu penyakitnya, tergolong gejala yang ganjil”, kata pak dokter
“tapi masih bisa sembuh kan dok..???”, jawab mereka serentak lagi
Kontan wajah mereka mendadak sayu, sepertinya kecerahan mereka bergantikan mendung, awan tebal menutup cahaya sang mentari. Ahhh..kamen rider itu malah tampak sempoyongan di keroyok sama monster.
“tenang saja, saya pasti usahakan. Kalian urus saja kamarnya sama bagian administrasi di depan..”, jawab dokter seolah penyemangat bagi mereka, mentari tetap bersinar di balik awan tebal, berusaha mencerahkan mereka. Kamen ridernya sedang berubah warna, kan biasanya kalau kamen rider berubah warna jadi tambah kuat..
Dengan cekatan, si Ambo pergi mengurus kamar, dan ‘milik kami’, di tempatkan di kamar kelas DAUN MANGGA II
***
“ini semua gara-gara kamu..!!! kamu kerjanya keluyuran terus..!!! gak pernah jagain dia..!!!”, kata Aminuddin, geram nampaknya
“saya keluyuran ini kerja anu..!!! kau kira saya hanya duduk-dukuk saja..!!! kau itu tidak jelas kerjamu..!!!”, jawab la Dalle tak kalah geram
“apa mu bilang???!!! Kau saja yang nda pernah lihat..!!!”
“mau-mau mu..!!! saya malas berdebat…!!!”
The end, perdebatan selesai. Hawa rumah itu berubah gerah dengan perdebatan itu. Kontan perpecahan telah terjadi di antara penghuni rumah, suasananya yang tentunya sangat tidak nyaman. Lebih dari itu, setelah itu semua, keadaan rumah jadi sangat tenang, lebih tenang dari suasana kuburan cina yang sesekali masih ada burung hantu yang bersahut-sahutan.
***
“maaf dek, setelah kami pelaajari mendalam. Kami buka literatur-literatur kami, nampaknya penyakitnya tidak teridentifikasi. Kami tidak berani, kami menyerah. Nampaknya, hanya kalianlah yang mampu menjaganya. Sekali lagi maaf, kami sudah berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran kami..”, pak dokter menjelaskan
“masa pak dokter??? Coba periksa lagi???”, kata i Menna setengah tidak percaya
“iyah, maaf dek..kami menyerah, lebih baik saya bilang terus terang, dari pada saya mal praktek??”, kata pak Dokter
Wajah kusut tak berbentuk dari wajah mereka, bagaimana tidak, si ‘milik’ kesayangan mereka tengah sakit dan dokter pun menyerah mengobatinya. ‘hanya keluargaa yang mampu rawat dan sembuhkan dia..’, kata pak Dokter tadi. Tumpas sudah sosok kamen rider yang mereka bayangkan tadi. Dia musnah akibat keroyokan para monster di hari mereka yang terguyur hujan tanpa sinaran mentari.
#mereka tiba lagi di rumah
Suasana rumah mereka tenang, tak ada burung hantu yang berceloteh di sana. Yang ada hanya mereka-mereka yang sedang lesu. Si ‘milik’ mereka simpan dalam kamar. Mereka merenung.
“bagaimana kalau kita bawa ‘milik’ ke dukun????”, tiba-tiba Baco menyampaikan saran
“hhhhaaaahhhh…tidak ilmiah sekali kau ini..!!!!”, Ambo menjawab
“lantas kita mau ngapain??? Kau?? Bisa rawat si ‘milik’???”, Baco ngotot
“biar begitu kasi saran yang ilmiah juga dong, kau itu mahasiswa, masa ngomongnya nda ilmiah…”, Ambo tak kalah sengit
“lantas apa solusimu yang kau bilang ilmiah itu???!!!”
Si Ambo mulai geram.
“sudah..sudah, nda usah bertengkar, kita coba saja semua kemungkinan, bagaimana??”, I Menna menengahi
“terserahlah..”, Baco mengalah
“bagaimana yang lain??”
itu moh..itu lagi na heba’ mih….”, jawab yang lain serentak
***
Gubuk lapuk itu mulai keropos, penampakannya angker, sama seperti pemandangan biasa di rumah-rumah para dukun
“apa mau kalian??? Kalau ada kepentingan, masuk..!! jangan melongo depan rumah kayak pencuri..”, suara parau dari mbah dukun memecah kekagetan Ambo cs.
“iya mbah. Misi..”
“kayaknya mbah dukun yang ini sakti. Lihat aja, bisa ki dia tahu kalau kita ada depan rumahnya”, kata Ambo Nampak mulai yakin
Mereka masuk
tabe’ mbah..”
“duduk kalian..”, kata si Mbah
“mbah, tahu dari mana kalau tadi kami datang??”, tanya I Menna nampak kepo
“jelaslah, plafon atas pintu ada cctv kok..”, si Mbah menjawab enteng
“siapa yang mau di obati???”, lanjut si Mbah
“ini Mbah, si‘milik’..”, jawab Baco
“bawa ke dalam kamar..”
“mau diapakan dalam kamar mbah..??”, tiba-tiba I Menna bertanya,
“mau diobati tohhh..!!! bagaimana kalian ini..!! nda mungkin ku perkosa itu ‘milik’, ada mi istriku cantik dan montok gang…!!”, jawab si Mbah
Akhirnya si ‘milik’ dibawa ke dalam kamar,
“kalian tunggu saja di luar..”, pinta si Mbah
Mereka menunggu di ruang tunggu. Wajah mereka pucat, semua merenung sembari berdoa kepada sang Tuhan, mudah-mudahan mbah dukun mampu menyembuhkan si ‘milik’. Yang terdengar oleh mereka hanya suara jampi-jampi dan semprot mulut si Mbah.
Intinya,
Ini harap terakhir mereka
#sejam berlalu..
Si Mbah keluar. Wajahnya keringatan, dan sedikit gusar.
“bagaimana mbah??”, tanya Baco
“bawa pulang si ‘milik’, jaga dia baik-baik. Nampaknya hanya kalian yang mampu sembuhkan dia”, kata si Mbah
“maksudnya mbah??”, lanjut I Menna
“saya menyerah. Saya sudah berusaha keras. Saya juga sudah search di google literatur-literatur ilmiah perdukunan, keadaan kayak si ‘milik’ itu tidak ada yang membahas. Ini kasus baru..”, si Mbah menjelaskan
“masa mbah??? Serius????”
Wajah mereka kosong tak berdaya, semua harapan pupus dan habis seperti gelas kosong yang airnya habis di minum.
“sekali lagi maaf, saya sudah berusaha keras, tapi Tuhan telah berkata lain. Saya tidak mampu menyelamatkannya. Kalian bawa saja ‘dia’ pulang, kalian jaga. Hanya kalian yang mampu sembuhkan dia”, seloteh si Mbah
Si ‘milik’ mereka bawa pulang dengan mobil pete-pete carteran. Di mobil mereka berdebat lagi.
“sudah saya bilang, usulmu iitu nda ilmiah..!!”, bentak si Ambo
“setidaknya kita sudah usaha..!!! setidaknya saya punya solusi..!!! kau, mengkritik terus, mengeluh terus, tanpa solusi..!!!”, tangkis si Baco tak mau kalah
Perdebatan terus-menerus sepanjang jalan, sesampainya di rumah mereka kaget bukan kepalang. Mereka tak sadar, si ‘milik’ mati. Mereka menyesal.
tHe_End

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Monday, April 14, 2014

SAKIT KRONIS


#siapa yang sakit??? entahlah..
“dookkk..pak dookkkter, tolong ‘milik kami’ pak, dia sakit parah..kami mohon pak, kami siap bayar berapa saja, asal ‘milik kami’ semubuh…”, kata Baco pada pak dokter.
Rumah sakit ‘PAK DOKTER’, yang awalnya sepi pun pecah dalam keramaian. Bagaimana tidak, dalam mengantar dia (baco menyebutnya dengan ‘milik kami’) Baco tak hanya sendiri, dia bersama kawan-kawannya yang cocok untuk bikin 2 tim bola itu. Kontan saja, mereka langsung jadi pusat perhatian. Tak lama kemudian sesosok perempuan dengan pakaian putih rambut panjang terurai wajah putih polos datang menghampiri gerombolan mereka.

“maaf, tolong administrasinya di selesaikan dulu di depan…”, kata sesosok perempuan yang ternyata seorang perawat atau tepatnya seorang mahasiswa salah satu kampus kesehatan swasta (kentara kok dari papan namanya..) kepada mereka.
“sudah selesai kok sus. O iy, kampus dek suster dari kampus mana..?”, Ambo menjawab dengan memasang muka manis di wajahnya yang sebenarnya di lipat bagaimanapun kelihatan sama saja, tua…
“AKPER Lorong-Lorong”, jawab suster singkat lantas memeriksa keadaan ‘milik kami’, dan kemudian berlalu seiring datangnya pak dokter.
“dok, tolong periksa ‘milik kami’ dok..pliizzz…”, kata i Nisa, sambil memohon kepada pak dokter
“sabar..sabar..pasti saya usahakan..”
“makasih pak dokter..”, serentak mereka menjawab
Wajah mereka seolah berseri, seperti pagi yang cerah, kedatangan pak dokter seperti mentari yang memberi mereka harapan. Mereka membayangkan, pak dokter adalah sesosok kamen rider yang datang saat monster datang menghantui mereka.
“wah..wah..kayaknya harus di rawat ini dek, kami harus diagnose dulu penyakitnya, tergolong gejala yang ganjil”, kata pak dokter
“tapi masih bisa sembuh kan dok..???”, jawab mereka serentak lagi
Kontan wajah mereka mendadak sayu, sepertinya kecerahan mereka bergantikan mendung, awan tebal menutup cahaya sang mentari. Ahhh..kamen rider itu malah tampak sempoyongan di keroyok sama monster.
“tenang saja, saya pasti usahakan. Kalian urus saja kamarnya sama bagian administrasi di depan..”, jawab dokter seolah penyemangat bagi mereka, mentari tetap bersinar di balik awan tebal, berusaha mencerahkan mereka. Kamen ridernya sedang berubah warna, kan biasanya kalau kamen rider berubah warna jadi tambah kuat..
Dengan cekatan, si Ambo pergi mengurus kamar, dan ‘milik kami’, di tempatkan di kamar kelas DAUN MANGGA II
***
“ini semua gara-gara kamu..!!! kamu kerjanya keluyuran terus..!!! gak pernah jagain dia..!!!”, kata Aminuddin, geram nampaknya
“saya keluyuran ini kerja anu..!!! kau kira saya hanya duduk-dukuk saja..!!! kau itu tidak jelas kerjamu..!!!”, jawab la Dalle tak kalah geram
“apa mu bilang???!!! Kau saja yang nda pernah lihat..!!!”
“mau-mau mu..!!! saya malas berdebat…!!!”
The end, perdebatan selesai. Hawa rumah itu berubah gerah dengan perdebatan itu. Kontan perpecahan telah terjadi di antara penghuni rumah, suasananya yang tentunya sangat tidak nyaman. Lebih dari itu, setelah itu semua, keadaan rumah jadi sangat tenang, lebih tenang dari suasana kuburan cina yang sesekali masih ada burung hantu yang bersahut-sahutan.
***
“maaf dek, setelah kami pelaajari mendalam. Kami buka literatur-literatur kami, nampaknya penyakitnya tidak teridentifikasi. Kami tidak berani, kami menyerah. Nampaknya, hanya kalianlah yang mampu menjaganya. Sekali lagi maaf, kami sudah berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran kami..”, pak dokter menjelaskan
“masa pak dokter??? Coba periksa lagi???”, kata i Menna setengah tidak percaya
“iyah, maaf dek..kami menyerah, lebih baik saya bilang terus terang, dari pada saya mal praktek??”, kata pak Dokter
Wajah kusut tak berbentuk dari wajah mereka, bagaimana tidak, si ‘milik’ kesayangan mereka tengah sakit dan dokter pun menyerah mengobatinya. ‘hanya keluargaa yang mampu rawat dan sembuhkan dia..’, kata pak Dokter tadi. Tumpas sudah sosok kamen rider yang mereka bayangkan tadi. Dia musnah akibat keroyokan para monster di hari mereka yang terguyur hujan tanpa sinaran mentari.
#mereka tiba lagi di rumah
Suasana rumah mereka tenang, tak ada burung hantu yang berceloteh di sana. Yang ada hanya mereka-mereka yang sedang lesu. Si ‘milik’ mereka simpan dalam kamar. Mereka merenung.
“bagaimana kalau kita bawa ‘milik’ ke dukun????”, tiba-tiba Baco menyampaikan saran
“hhhhaaaahhhh…tidak ilmiah sekali kau ini..!!!!”, Ambo menjawab
“lantas kita mau ngapain??? Kau?? Bisa rawat si ‘milik’???”, Baco ngotot
“biar begitu kasi saran yang ilmiah juga dong, kau itu mahasiswa, masa ngomongnya nda ilmiah…”, Ambo tak kalah sengit
“lantas apa solusimu yang kau bilang ilmiah itu???!!!”
Si Ambo mulai geram.
“sudah..sudah, nda usah bertengkar, kita coba saja semua kemungkinan, bagaimana??”, I Menna menengahi
“terserahlah..”, Baco mengalah
“bagaimana yang lain??”
itu moh..itu lagi na heba’ mih….”, jawab yang lain serentak
***
Gubuk lapuk itu mulai keropos, penampakannya angker, sama seperti pemandangan biasa di rumah-rumah para dukun
“apa mau kalian??? Kalau ada kepentingan, masuk..!! jangan melongo depan rumah kayak pencuri..”, suara parau dari mbah dukun memecah kekagetan Ambo cs.
“iya mbah. Misi..”
“kayaknya mbah dukun yang ini sakti. Lihat aja, bisa ki dia tahu kalau kita ada depan rumahnya”, kata Ambo Nampak mulai yakin
Mereka masuk
tabe’ mbah..”
“duduk kalian..”, kata si Mbah
“mbah, tahu dari mana kalau tadi kami datang??”, tanya I Menna nampak kepo
“jelaslah, plafon atas pintu ada cctv kok..”, si Mbah menjawab enteng
“siapa yang mau di obati???”, lanjut si Mbah
“ini Mbah, si‘milik’..”, jawab Baco
“bawa ke dalam kamar..”
“mau diapakan dalam kamar mbah..??”, tiba-tiba I Menna bertanya,
“mau diobati tohhh..!!! bagaimana kalian ini..!! nda mungkin ku perkosa itu ‘milik’, ada mi istriku cantik dan montok gang…!!”, jawab si Mbah
Akhirnya si ‘milik’ dibawa ke dalam kamar,
“kalian tunggu saja di luar..”, pinta si Mbah
Mereka menunggu di ruang tunggu. Wajah mereka pucat, semua merenung sembari berdoa kepada sang Tuhan, mudah-mudahan mbah dukun mampu menyembuhkan si ‘milik’. Yang terdengar oleh mereka hanya suara jampi-jampi dan semprot mulut si Mbah.
Intinya,
Ini harap terakhir mereka
#sejam berlalu..
Si Mbah keluar. Wajahnya keringatan, dan sedikit gusar.
“bagaimana mbah??”, tanya Baco
“bawa pulang si ‘milik’, jaga dia baik-baik. Nampaknya hanya kalian yang mampu sembuhkan dia”, kata si Mbah
“maksudnya mbah??”, lanjut I Menna
“saya menyerah. Saya sudah berusaha keras. Saya juga sudah search di google literatur-literatur ilmiah perdukunan, keadaan kayak si ‘milik’ itu tidak ada yang membahas. Ini kasus baru..”, si Mbah menjelaskan
“masa mbah??? Serius????”
Wajah mereka kosong tak berdaya, semua harapan pupus dan habis seperti gelas kosong yang airnya habis di minum.
“sekali lagi maaf, saya sudah berusaha keras, tapi Tuhan telah berkata lain. Saya tidak mampu menyelamatkannya. Kalian bawa saja ‘dia’ pulang, kalian jaga. Hanya kalian yang mampu sembuhkan dia”, seloteh si Mbah
Si ‘milik’ mereka bawa pulang dengan mobil pete-pete carteran. Di mobil mereka berdebat lagi.
“sudah saya bilang, usulmu iitu nda ilmiah..!!”, bentak si Ambo
“setidaknya kita sudah usaha..!!! setidaknya saya punya solusi..!!! kau, mengkritik terus, mengeluh terus, tanpa solusi..!!!”, tangkis si Baco tak mau kalah
Perdebatan terus-menerus sepanjang jalan, sesampainya di rumah mereka kaget bukan kepalang. Mereka tak sadar, si ‘milik’ mati. Mereka menyesal.
tHe_End

No comments:

Post a Comment

Monday, April 14, 2014

SAKIT KRONIS


#siapa yang sakit??? entahlah..
“dookkk..pak dookkkter, tolong ‘milik kami’ pak, dia sakit parah..kami mohon pak, kami siap bayar berapa saja, asal ‘milik kami’ semubuh…”, kata Baco pada pak dokter.
Rumah sakit ‘PAK DOKTER’, yang awalnya sepi pun pecah dalam keramaian. Bagaimana tidak, dalam mengantar dia (baco menyebutnya dengan ‘milik kami’) Baco tak hanya sendiri, dia bersama kawan-kawannya yang cocok untuk bikin 2 tim bola itu. Kontan saja, mereka langsung jadi pusat perhatian. Tak lama kemudian sesosok perempuan dengan pakaian putih rambut panjang terurai wajah putih polos datang menghampiri gerombolan mereka.

“maaf, tolong administrasinya di selesaikan dulu di depan…”, kata sesosok perempuan yang ternyata seorang perawat atau tepatnya seorang mahasiswa salah satu kampus kesehatan swasta (kentara kok dari papan namanya..) kepada mereka.
“sudah selesai kok sus. O iy, kampus dek suster dari kampus mana..?”, Ambo menjawab dengan memasang muka manis di wajahnya yang sebenarnya di lipat bagaimanapun kelihatan sama saja, tua…
“AKPER Lorong-Lorong”, jawab suster singkat lantas memeriksa keadaan ‘milik kami’, dan kemudian berlalu seiring datangnya pak dokter.
“dok, tolong periksa ‘milik kami’ dok..pliizzz…”, kata i Nisa, sambil memohon kepada pak dokter
“sabar..sabar..pasti saya usahakan..”
“makasih pak dokter..”, serentak mereka menjawab
Wajah mereka seolah berseri, seperti pagi yang cerah, kedatangan pak dokter seperti mentari yang memberi mereka harapan. Mereka membayangkan, pak dokter adalah sesosok kamen rider yang datang saat monster datang menghantui mereka.
“wah..wah..kayaknya harus di rawat ini dek, kami harus diagnose dulu penyakitnya, tergolong gejala yang ganjil”, kata pak dokter
“tapi masih bisa sembuh kan dok..???”, jawab mereka serentak lagi
Kontan wajah mereka mendadak sayu, sepertinya kecerahan mereka bergantikan mendung, awan tebal menutup cahaya sang mentari. Ahhh..kamen rider itu malah tampak sempoyongan di keroyok sama monster.
“tenang saja, saya pasti usahakan. Kalian urus saja kamarnya sama bagian administrasi di depan..”, jawab dokter seolah penyemangat bagi mereka, mentari tetap bersinar di balik awan tebal, berusaha mencerahkan mereka. Kamen ridernya sedang berubah warna, kan biasanya kalau kamen rider berubah warna jadi tambah kuat..
Dengan cekatan, si Ambo pergi mengurus kamar, dan ‘milik kami’, di tempatkan di kamar kelas DAUN MANGGA II
***
“ini semua gara-gara kamu..!!! kamu kerjanya keluyuran terus..!!! gak pernah jagain dia..!!!”, kata Aminuddin, geram nampaknya
“saya keluyuran ini kerja anu..!!! kau kira saya hanya duduk-dukuk saja..!!! kau itu tidak jelas kerjamu..!!!”, jawab la Dalle tak kalah geram
“apa mu bilang???!!! Kau saja yang nda pernah lihat..!!!”
“mau-mau mu..!!! saya malas berdebat…!!!”
The end, perdebatan selesai. Hawa rumah itu berubah gerah dengan perdebatan itu. Kontan perpecahan telah terjadi di antara penghuni rumah, suasananya yang tentunya sangat tidak nyaman. Lebih dari itu, setelah itu semua, keadaan rumah jadi sangat tenang, lebih tenang dari suasana kuburan cina yang sesekali masih ada burung hantu yang bersahut-sahutan.
***
“maaf dek, setelah kami pelaajari mendalam. Kami buka literatur-literatur kami, nampaknya penyakitnya tidak teridentifikasi. Kami tidak berani, kami menyerah. Nampaknya, hanya kalianlah yang mampu menjaganya. Sekali lagi maaf, kami sudah berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran kami..”, pak dokter menjelaskan
“masa pak dokter??? Coba periksa lagi???”, kata i Menna setengah tidak percaya
“iyah, maaf dek..kami menyerah, lebih baik saya bilang terus terang, dari pada saya mal praktek??”, kata pak Dokter
Wajah kusut tak berbentuk dari wajah mereka, bagaimana tidak, si ‘milik’ kesayangan mereka tengah sakit dan dokter pun menyerah mengobatinya. ‘hanya keluargaa yang mampu rawat dan sembuhkan dia..’, kata pak Dokter tadi. Tumpas sudah sosok kamen rider yang mereka bayangkan tadi. Dia musnah akibat keroyokan para monster di hari mereka yang terguyur hujan tanpa sinaran mentari.
#mereka tiba lagi di rumah
Suasana rumah mereka tenang, tak ada burung hantu yang berceloteh di sana. Yang ada hanya mereka-mereka yang sedang lesu. Si ‘milik’ mereka simpan dalam kamar. Mereka merenung.
“bagaimana kalau kita bawa ‘milik’ ke dukun????”, tiba-tiba Baco menyampaikan saran
“hhhhaaaahhhh…tidak ilmiah sekali kau ini..!!!!”, Ambo menjawab
“lantas kita mau ngapain??? Kau?? Bisa rawat si ‘milik’???”, Baco ngotot
“biar begitu kasi saran yang ilmiah juga dong, kau itu mahasiswa, masa ngomongnya nda ilmiah…”, Ambo tak kalah sengit
“lantas apa solusimu yang kau bilang ilmiah itu???!!!”
Si Ambo mulai geram.
“sudah..sudah, nda usah bertengkar, kita coba saja semua kemungkinan, bagaimana??”, I Menna menengahi
“terserahlah..”, Baco mengalah
“bagaimana yang lain??”
itu moh..itu lagi na heba’ mih….”, jawab yang lain serentak
***
Gubuk lapuk itu mulai keropos, penampakannya angker, sama seperti pemandangan biasa di rumah-rumah para dukun
“apa mau kalian??? Kalau ada kepentingan, masuk..!! jangan melongo depan rumah kayak pencuri..”, suara parau dari mbah dukun memecah kekagetan Ambo cs.
“iya mbah. Misi..”
“kayaknya mbah dukun yang ini sakti. Lihat aja, bisa ki dia tahu kalau kita ada depan rumahnya”, kata Ambo Nampak mulai yakin
Mereka masuk
tabe’ mbah..”
“duduk kalian..”, kata si Mbah
“mbah, tahu dari mana kalau tadi kami datang??”, tanya I Menna nampak kepo
“jelaslah, plafon atas pintu ada cctv kok..”, si Mbah menjawab enteng
“siapa yang mau di obati???”, lanjut si Mbah
“ini Mbah, si‘milik’..”, jawab Baco
“bawa ke dalam kamar..”
“mau diapakan dalam kamar mbah..??”, tiba-tiba I Menna bertanya,
“mau diobati tohhh..!!! bagaimana kalian ini..!! nda mungkin ku perkosa itu ‘milik’, ada mi istriku cantik dan montok gang…!!”, jawab si Mbah
Akhirnya si ‘milik’ dibawa ke dalam kamar,
“kalian tunggu saja di luar..”, pinta si Mbah
Mereka menunggu di ruang tunggu. Wajah mereka pucat, semua merenung sembari berdoa kepada sang Tuhan, mudah-mudahan mbah dukun mampu menyembuhkan si ‘milik’. Yang terdengar oleh mereka hanya suara jampi-jampi dan semprot mulut si Mbah.
Intinya,
Ini harap terakhir mereka
#sejam berlalu..
Si Mbah keluar. Wajahnya keringatan, dan sedikit gusar.
“bagaimana mbah??”, tanya Baco
“bawa pulang si ‘milik’, jaga dia baik-baik. Nampaknya hanya kalian yang mampu sembuhkan dia”, kata si Mbah
“maksudnya mbah??”, lanjut I Menna
“saya menyerah. Saya sudah berusaha keras. Saya juga sudah search di google literatur-literatur ilmiah perdukunan, keadaan kayak si ‘milik’ itu tidak ada yang membahas. Ini kasus baru..”, si Mbah menjelaskan
“masa mbah??? Serius????”
Wajah mereka kosong tak berdaya, semua harapan pupus dan habis seperti gelas kosong yang airnya habis di minum.
“sekali lagi maaf, saya sudah berusaha keras, tapi Tuhan telah berkata lain. Saya tidak mampu menyelamatkannya. Kalian bawa saja ‘dia’ pulang, kalian jaga. Hanya kalian yang mampu sembuhkan dia”, seloteh si Mbah
Si ‘milik’ mereka bawa pulang dengan mobil pete-pete carteran. Di mobil mereka berdebat lagi.
“sudah saya bilang, usulmu iitu nda ilmiah..!!”, bentak si Ambo
“setidaknya kita sudah usaha..!!! setidaknya saya punya solusi..!!! kau, mengkritik terus, mengeluh terus, tanpa solusi..!!!”, tangkis si Baco tak mau kalah
Perdebatan terus-menerus sepanjang jalan, sesampainya di rumah mereka kaget bukan kepalang. Mereka tak sadar, si ‘milik’ mati. Mereka menyesal.
tHe_End

No comments:

Post a Comment